Dreaming in حلالا way. . .

Halaman

Cari Blog Ini

Apa sih artinya?

Sabtu, 20 Oktober 2012

[Drama] I Love You, Dad


Seorang ayah itu seperti...
Kura-kura

Terlihat keras dan tangguh dari luar,
namun sebenarnya begitu lembut dan rapuh di dalamnya.

゚・:,。゚・:,。★゚・:,。゚・:,

Pagi itu, 3 orang siswa SMA sedang  berjalan bersama menuju sekolah. Mereka terlihat akrab satu dengan yang lain, karena memang mereka sudah saling mengenal sejak pertemuan pertama mereka di SMA ini ketika masih duduk di kelas X, kurang lebih 1 tahun yang lalu. Hingga dari arah lain, terdengar teriakan dari seorang siswa memanggil mereka.

Yeni     : Hai, Tunggu (berlari). Eh, kalian jahat sekali tidak menunggu ku masuk ke dalam kelas?
Yura     : Oh Yeni, Maaf. Kami lupa hehe
Sinta    : Iya hari ini ada kelas Bahasa Jawa. Jadi aku nggak mau terlambat.
Yeni     : Ya ampun, Aku heran deh, mengapa sih kamu suka banget sama pelajarannya pak Dimas itu? Menurutku dia membosankan.
Sinta    : Itu menurutmu, menurutku tidak (tersenyum)
Amane            : sudah  - sudah ayo masuk kelas, nanti malah tambah telat (mengajak kedua temannya)

Mereka melanjutkan perjalanan menuju kelas bersama – sama dengan  terus membicarakan Pak Dimas. Hingga akhirnya, mereka sampai di kelas.

Sinta    : Emm, hari ini main yuk.
Yura dan Yeni : Boleh, kemana?
Sinta    : Emm, ke rumahnya Yeni saja.
Yeni     : Eh? kan seminggu yang lalu sudah. Masa’ mau ke rumahku lagi?
Sinta    : Ya udah ke rumahmu ya Yura?
Yura     : Lagi? bukannya 3 hari yang lalu sudah ya. Kamu lupa?
Sinta    : Oh iya. Lalu kemana? Ke rumahnya Amane?
Amane            : Gantian ke rumahmu aja gimana?
Sinta    : (kaget) Hah? ke rumahku? Emm - - - - tapi rumahku berantakan
Amane            : Tidak apa – apa nanti kita rapikan bersama. Bukannya selama 1 tahun kita berteman, kita belum pernah ke rumahmu kan, sin?
Yura     : Iya Sinta? Boleh?
Sinta    : Eh? Lupakan saja (membalikkan badan)

Melihat tingkah laku Sinta yang mendadak berubah, Yura, Amane, dan Yeni menjadi bingung. Dan merasa bersalah dengan apa yang sudah diucapkan mereka tadi. Akhirnya waktu pulang sekolah pun tiba. Mereka  tidak pulang bersama Sinta sejak kejadian tadi pagi. Sinta memilih pulang terlebih dahulu tanpa menyapa ketiga temanna tadi.

Yura     : Bagaimana ini? Apa si Sinta marah ya?
Yeni     : Aku juga tidak tahu. Apa kita ke rumahnya saja?
Amane            : Hah? Nanti dia marah gak kalau kita tiba – tiba datang ke rumahnya? Lagipula kan kita tidak tahu alamat rumahnya Sinta.

Sementara mereka masih bimbang. Seorang teman yang lain,  menghampiri  mereka.

Cho     : Hai, kenapa kalian tidak pulang?
Yeni     : Oh, kami masih ingin di sekolah dulu.
Cho     : Eh? kok tumben hanya bertiga, biasanya bersama Sinta? Kemana dia?
Yura     : Kami juga tidak tahu, tadi pagi, Sinta seperti tidak suka jika kami berniat main ke rumahnya.
Cho     : Oh, kalian ingin ke rumah Sinta? Pantas.
Yeni     : (bingung) Maksudmu? Memang ada apa dengan rumahnya Sinta?
Cho     : (terdiam) Begini, ada yang ingin ku katakan kepada kalian. Sebenarnya ayah Sintalah yang menjadi penyebabnya.
Amane            : Hah? Memang ada apa dengan ayahnya?
Cho     : Dia tidak ingin teman – temannya mengetahui jika ayahnya itu bersikap keras kepada Sinta, bahkan sangat keras menurutku. Ayah Sinta itu tukang pukul.
Yura     : (kaget) Hah! Bagaimana kamu bisa tahu?
Cho     : Aku kan tetangganya. Eh, aku mau ada les, aku pulang dulu ya.
Yeni     : Tunggu dulu, aku minta alamat rumahnya Sinta dong.
Cho     : Ok, nanti aku sms. Dadahh
Amane            : Ok.  Hati – hati di jalan.
Cho     : Sipp.

Cho pergi ke luar kelas .  .  .

Amane            :  Aku tidak menyangka ternyata Sinta memiliki masalah di keluarganya yang ia sembunyikan selama 1 tahun ini dari kita.
Yeni     : Aku juga tidak menyangkanya (sedih)
Yura     : Bagaimana ini? Apa kita ke rumahnya saja. Dia pasti sangat membutuhkan perhatian.
Yeni     : Jika sekarang, pasti Sinta masih kesal dengan kita. Bagaimana kalau besok?
Yura     : Baiklah.

Di rumah Yeni,

Yeni     : Selamat Siang. Aku pulang.
Ayah    : Siang. (membukakan pintu)

Yeni masuk dengan wajah lesu, lalu duduk di sofa rumahnya.

Ayah    : Mengapa kamu terlihat lesu seperti itu?
Yeni     : “Ayah, apa ada ayah yang tidak menyayangi anaknya?” Tanya Yeni tiba - tiba
Ayah    : (Heran) Tentu saja tidak ada. Semua ayah mencintai puteranya.
Yeni     : Benarkah? Bagaimana dengan ayah yang suka memukul putranya? Apakah mereka juga mencintai putranya, Ayah?

Ayah terdiam lama menatap kedua mata Yeni. Sekarang ia kebingungan dengan pertanyaan Yeni.

Yeni     : Ayah?
Ayah    : Mereka menyayangi putranya dengan cara yang sedikit berbeda, Yeni.
Yeni     : Kenapa?
Ayah    : Kita tidak bisa selalu mendapatkan apa yang kita inginkan, Yeni. Kita tidak bisa mengharapkan semua yang kita inginkan menjadi nyata. Tuhan maha adil, Dia yang tahu apa yang terbaik untuk kita semua.

Hening . . . .

Ayah    : Contohnya seperti Yeni sendiri. Kalau boleh memilih, pasti Yeni ingin bersama dengan keluarga Yeni sendiri ‘kan? Karena Ayah bukan ayah kandung Yeni.
Yeni     : Enggak. Aku nggak mau dengan keluarga lain kecuali Ayah. Bagiku Ayah adalah satu-satunya keluargaku.
Ayah    (terkesima, wkwkwkwk)
Yeni     : Kalau waktu itu Ayah tidak memungutku, mungkin aku tidak akan sebahagia ini.
Ayah    : Apa yang kau bicarakan? Ayah bukan ayah kandungmu kan? Waktu itu Yeni juga pernah dihina di sekolah karena Ayah seperti ini, jadi..
Yeni     : Bukannya Ayah sendiri yang bilang? Tuhan maha adil, Dia yang tahu apa yang terbaik untuk kita semua.”

゚・:,。゚・:,。★゚・:,。゚・:,

Menjadi seorang ayah berarti siap untuk
terluka
jatuh
terpukul
terhina

tapi setimpal dengan hadiah yang diterimanya,
senyum tulus putranya

---###---

Tomorrow after school . . .. .

Yura     : Kita yakin mau mengunjungi Sinta sekarang. Kamu sudah tau alamatnya kan?
Yeni     : Sudah, Cho sudah sms aku semalam.

Mereka berjalan ke alamat tujuan. Hingga akhirnya, ketiga anak itu tiba di depan rumah Sinta. Meski agak ragu, Yeni mengetuk pintu rumah Sinta beberapa kali hingga terdengar jawaban dari dalam. Sinta sangat terkejut melihat kedua temannya berdiri di depan rumah, ekspresi wajahnya berubah tidak suka.

Sinta    : Ngapain kalian berdua ke sini?
Yura     : Kami Cuma mau main ke rumah Sinta saja kok.
Sinta    : Sudah kubilang rumahku berantakan! (berteriak)
Yeni     : Mengapa Sinta tidak pernah cerita kalau punya masalah di rumah. Sinta adalah temanku, tapi kenapa nggak pernah bilang?
Sinta    : Kamu ngomong apa sih? (tangannya mencengkeram kenop pintu erat)
Yeni     : Sinta nggak mengijinkan kita main karena  ayah Sinta suka memukul Sinta kan?
Amane            : Yeni, kalau bicara jangan terlalu denotative.
Yeni     : (menghiraukan Amane) Kenapa Sinta nggak cerita. Aku pasti membantu Sinta kalau kamu cerita dari awal.
Sinta    : Bukan urusanmu kalau kehidupanku begini! Memangnya ini menyenangkan sampai-sampai aku harus menceritakannya ke sana kemari, hah?! Memangnya semua orang harus punya hidup sesempurna kau?! Asal kau tahu, lebih baik aku tidak punya ayah sama sekali daripada harus punya ayah seperti itu!

PLAAAKK (Sinta ditampar Yeni J)

Yeni     : Tarik kembali kata-katamu!
Sinta    : Hah?
Yeni     : Sinta pikir rasanya tidak punya ayah itu enak? Sinta pikir bisa hidup sendiri tanpa adanya ayah di sisi kita?
Sinta    : Kau! Apa – apaan sih (mendorong Yeni)
Yura     : hentikan dong. Jangan bertengkar di sini (melerai)
Sinta    : (mendorong Yura kasar) Sudah kubilang ‘kan? Memangnya semua orang harus punya hidup sempurna sepertimu?
Yeni     : Siapa bilang hidupku sempurna? Tidak ada orang yang memiliki hidup sempurna, karena bukan kita yang menentukan semua impian menjadi nyata! Kita tidak bisa selalu mendapatkan apa yang kita inginkan! Kita tidak bisa memilih ayah macam apa yang akan membesarkan kita. Ayah adalah ayah,~ bagaimanapun kita menyebutnya. Dia adalah pria yang membesarkan kita, menafkahi kita, melindungi kita ketika dunia hendak menyakiti kita...”
Sinta    : (sedih) Kau tidak paham, Yeni. Kau tidak paham karena kau punya ayah yang sempurna, sedangkan aku?
Yeni     : Ayah bukan ayah kandungku. kalian tahu?
Amane            : Apa? Ayahmu bukan ayah kandungmu?
Yeni     : (menggeleng) Ayah memungutku saat dia liburan ke Sumatera dulu, dia menemukanku nyaris tenggelam di dermaga dan memutuskan untuk membesarkanku. Sinta seharusnya bersyukur, ayah Sinta tidak membuang Sinta sepertiku.
Sinta    : LEBIH BAIK AKU DIBUANG!!! (kesal). Jangan seenaknya menceramahiku kalau kau tidak tahu rasanya jadi aku!
Yeni     : Sinta juga nggak tahu kan rasanya jadi aku? Bagaimana rasanya saat tahu Ayah yang selama ini aku sayangi ternyata hanya pria yang memungutku dari dermaga waktu aku masih bayi.

“...........”

Yeni     : Waktu mendengar cerita Ayah, rasanya aku ingin mati saja. Apa aku segitu tidak berharganya sampai-sampai keluargaku membuangku seperti itu. (mbrebes) Tapi mengingat apa yang sudah Ayah lakukan padaku selama enam belas tahun ini membuatku mengabaikan semua fakta menyedihkan itu.

“...........”

Yeni     : Waktu SD. Teman-teman mengejek Ayah dan menyebutnya memeshi. Setiap hari aku diancam, diejek, dihina, karena Ayah seperti itu~ apa seperti itu yang kau sebut hidup sempurna, Hah?
Yeni     : Kau tahu, Ayah selalu tersenyum setiap kali aku mengadu padanya. Aku marah pada teman-temanku karena menyebutnya memeshi. Ayah tersenyum! Padahal aku tahu sebenarnya Ayah sedih. Ayah berpikir, kalau saja dia dulu tidak membesarkanku dan memberikan saja aku ke keluarga lain, pasti aku nggak perlu dihina seperti ini, tapi -----(berhenti)---------(lanjut) tapi, bukankah itu takdir? Ayah adalah Ayah dan aku bersyukur aku mendapatkan ayah sebaik dia.
Yeni     : Semua ayah mencintai putranya, Sinta, hanya caranya yang berbeda-beda... Bukankah ayah Sinta hebat? Ayah Sinta bisa memukul Sinta jika berbuat salah, membentak Sinta, mengajarkan Sinta secara tidak langsung untuk menjadi tangguh? Semua itu juga butuh pengorbanan. Ayah Sinta mengorbankan perasaannya supaya Sinta tidak membuat kesalahan fatal dan melindungi Sinta, ya ‘kan?”

Yeni     : Apakah Sinta pernah bertanya-tanya bagaimana perasaan ayah Sinta sehabis memukul Sinta?”
 Sinta menggeleng
Yeni     : Percayalah padaku, ayah Sinta pasti sangat menyesal. Dia pasti menangis dalam hati karena sudah memukul putra tersayangnya. Tapi supaya Sinta terhindar dari kesalahan, bukankah itu lebih baik?

゚・:,。゚・:,。★゚・:,。゚・:,

Ayah adalah ayah
Yang telah membesarkan, menafkahi, menyayangi kita
Yang tidak bisa kita pilih

Tuhan tahu yang terbaik,
Biar itu seorang ayah yang kelewat lembut
Atau seorang ayah yang kelewat disiplin
Yang ada dalam kepala mereka adalah:
Membuat putranya bahagia

Bukankah seorang ayah itu hebat?
Dia bisa terlihat begitu kuat dan keras
Kemudian begitu lembut saat mendekap kita dalam pelukannya
Membisikkan mimpinya
Saat kita terlelap,
Mengutarakan beribu maaf karena tidak bisa membuat kita cukup bahagia
dengan nafkahnya
atau dengan waktunya

Bukankah ayah itu hebat?
Mengorbankan perasaannya sendiri demi melindungiku
Mengatakan hal yan tak pernah ku bayangkan,
Melayangkan tangan yang sama dengan tangan yang mendekapku
Untuk mengingatkan akan kesalahanku

Maaf, aku jarang menyadari
Kesulitanmu menjalani peran sebagai seorang ayah
Maaf, aku selalu berprasangka
Berpikir kau tidak menyayangiku
Padahal sebenarnya aku yang bodoh dan egois
Maaf, aku selalu tidak mau tahu
Apa saja yang telah kau lalui, bahkan sebelum aku terlahir

゚・:,。゚・:,。★゚・:,。゚・:,

@ School

Yura     : “ Yeni, kamu baik – baik saja kan? Aku khawatir terjadi apa – apa denganmu sejak kejadian kemarin?
Yeni     : (tersenyum) Aku tidak apa – apa kok. Aku malah lega, dapat mengeluarkan uneg2 ku selama ini.
Yura     : Syukurlah.
Amane            : Ngomong – ngomomg, Kalian sudah ketemu dengan Sinta pagi ini?
Yura     : Belum.

Dari luar, seorang siswi yang tak asing lagi bagi mereka berjalan menghampiri Yeni dan Yura.

Sinta    : (ceria) Pagi semua
Yura dan Yeni : (bengong)
Sinta    : kenapa tidak ada yang menjawab? Oh ya, Yeni, Aku cuma bilang, terima kasih sudah memukulku waktu itu.
Yeni     : Hah?
Sinta    : Kamu adalah anak yang hebat. Kalau bukan karenamu, mungkin sampai sekarang aku akan menjadi anak paling bodoh sedunia—menyia-nyiakan kasih sayang ayahku selagi dia masih ada di sisiku.
Yeni     : Oh, Soal kemarin, aku minta maaf sudah memukul dan membentakmu secara kasar.
Sinta    : Ahh, Tidak apa – apa, Aku juga minta maaf ya. Jadi, kapan kalian mau main ke rumahku?
Amane            : Boleh nih?
Sinta    : Iya dong. Akan kukenalkan kalian dengan ayahku juga.
Yura     : Yee … Pulang sekolah aja gimana?  Setuju?
Amane dan Yeni         : Setuju !!!

Ayah
Untuk semua yang telah kau lakukan
—terima kasih.

_______________おわり_________________

=Inspired from the fict by @Nacchii Ogawa=