Dreaming in حلالا way. . .

Halaman

Cari Blog Ini

Apa sih artinya?

Senin, 26 Maret 2018

Jembatan Mimpi itu bernama SEA-Teacher



“Jangan lupakan mimpi-mimpi konon mereka tidak benar-benar pergi”

Hai, namaku Ingrid Elvina, mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang sekarang sedang berjuang menggarap tugas akhir untuk menyelesaikan studi S1 di Universitas Sebelas Maret. Alhamdulillah saya diberi kesempatan untuk mengikuti program SEA Teacher yang merupakan pertukaran mahasiswa bidang pendidikan di lingkup Asia Tenggara. Alhamdulillah, SEA Teacher menjadi salah satu jembatan mimpi saya untuk menginjakkan kaki ke luar negeri. Program ini berjalan selama 30 hari dan kebetulan saya ditempatkan di Filipina, tepatnya di West Visayas State University (WVSU) bertempat di Iloilo City, Filipina. SEA Teacher memberikan kesempatan bagi pesertanya untuk memiliki kesempatan mengajar di Negara lain sehingga kami mendapatkan banyak sekali pengetahuan, pengalaman, dan jaringan di negara tersebut, tepatnya di dunia pendidikan.
Saya tidak sendirian di sana, karena saya bertemu dengan teman-teman lain dari beberapa wilayah di Indonesia, mereka adalah Rosy dan Annely dari Universitas Negeri Lampung serta Fatimah dari Universitas Negeri Makassar. Saya dan teman-teman tinggal di salah satu boarding house yang terletak tak jauh dari kampus, hanya membutuhkan waktu 5 menit jika ingin pergi ke kampus dengan berjalan kaki.
Selama 30 hari ini, SEA Teacher memiliki beberapa jadwal yaitu minggu pertama untuk observasi di sekolah, minggu kedua untuk teaching assistant, minggu ketiga teaching practice dan minggu keempat sebagai evaluasi. Kali ini saya dan teman-teman mengajar di West Visayas State University Integrated Laboratory School, yang merupakan sekolah milik WVSU. Sekolah ini sudah cukup lengkap karena memiliki jenjang sekolah dari Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar, hingga Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas. Menurut saya, setiap kelas di sekolah ini memiliki fasilitas yang lengkap seperti ketersediaan LCD, papan tulis yang sangat panjang, media pembelajaran, air minum isi ulang, dan beberapa kipas angin di sudut-sudut ruangan.
Selama observasi, saya melihat banyak sekali hal-hal baru di sekolah. Hal yang paling mengejutkan adalah kefasihan anak-anak dalam berbahasa inggris. Pantas saja, ketika saya bertanya dengan salah satu dosen dan guru di sana, Filipina sangatlah akrab dengan budaya barat begitupun juga dengan bahasanya, sehingga tak heran anak usia TK pun sudah mahir berbahasa Inggris. Sekolah di WVSU Integrated Laboratory School dimulai dari pukul 07:00 sampai 16.30, sekolah ini menerapkan belajar seharian full, tetapi ada waktu istirahat selama satu jam pada siang hari, ya mungkin kalau di Indonesia bisa dikatakan full day school. Kebetulan saya mengajar Matematika di kelas 4, guru-guru di sini mengatakan bahwa mereka sangat ramai. Namun bagiku, tidak terlalu mengejutkan karena itulah anak-anak, selalu ceria dan terkadang hiperaktif, hehe. Sebenarnya yang mengejutkan adalah, rata-rata jumlah siswa dalam satu kelas mencapai lebih dari 40 bahkan 50. Fakta ini menjadi hal yang mendebarkan sekaligus menantang bagi saya untuk mengajar murid yang berjumlah 2x lipat dibanding sekolah di Indonesia.
Ketika saya sudah mulai mengajar, murid-murid di sini ternyata lebih mudah dikondisikan, karakternya baik, dan mudah sekali mengerti pelajaran walaupun mereka jarang sekali mencatat materi. Itulah sistem pendidikan yang saya kagumi di Filipina, mereka lebih menekankan pada aktivitas anak yang lebih suka bermain sambil belajar dan tanpa tekanan tugas ataupun PR yang terlalu berat. Selain itu, pengajaran guru juga didominasi pada penggunaan media pembelajaran seperti kertas karton, gambar-gambar, dan media konkret lainnya. Menurut guru pamong saya, mengajar dengan menuliskan materi di papan tulis akan membuat anak menjadi lebih bosan dan membuat pembelajaran tidak bermakna.  Selain itu, saya juga dihimbau untuk tidak terlalu banyak menjelaskan dan membiarkan murid-murid tersebut mencari sendiri materi yang diajarkan melalui pemberian aktivitas-aktivitas yang berorientasi pada siswa.
Maka dari itu, saya mengubah seluruh teknis mengajar yang biasa saya terapkan di Indonesia sesuai sistem di sekolah ini. Hal ini menjadi sebuah wawasan ilmu dan pengalaman yang berharga bagi saya.  Walaupun murid di sini sudah mahir berbahasa Inggris, tapi saya sering menemui kendala tentang kesalahpahaman bahasa selama berinteraksi dengan mereka, hal ini disebabkan perbedaan aksen bahasa Inggris antara Filipina dan Indonesia. Namun, hal itu bukanlah sebuah masalah yang besar, karena selama mengajar saya selalu didampingi oleh guru pamong dan mahasiswa yang praktik mengajar lainnya.
Selain berinteraksi dengan siswa, saya juga banyak berbincang dengan mahasiswa yang sedang melaksanakan praktik mengajar dari WVSU. Mereka juga sering membantu saya menyusun rencana pembelajaran dan pembuatan media untuk mengajar. Mereka sangat ramah dan baik hati, kami sering bertukar informasi tentang fakta-fakta antara Filipina dan Indonesia, serta berbagai masalah di dunia pendidikan antara dua negara tersebut.
Selain mengajar, peserta SEA Teacher juga berkesempatan menghadiri beberapa festival dan mengunjungi beberapa tempat wisata di Iloilo City, Filipina. Kami menghadiri Dinagiyang Festival di minggu pertama bersama koordinator dan beberapa dosen WVSU. Festival ini merupakan festival budaya sekaligus keagamaan di Iloilo dan menampilkan tarian-tarian yang ditarikan oleh puluhan orang. Setelah itu kami juga diajak menginap selama satu malam di salah satu rumah professor WVSU yang baik hati, bernama Mom Angie. Kami pun diajak ke Fishworld, Garinfarm dan beberapa wisata gereja tua. Di minggu ketiga kami diajak berwisata di pulau Guimaras seharian. Guimaras terletak di lain pulau dengan Iloilo dan harus ditempuh menggunakan perahu. Guimaras adalah pulau yang indah dan merupakan pulau penghasil mangga termanis se Filipina, sayang sekali mangga Guimaras belum berbuah ketika kami mengunjunginya. Kami sangat bahagia bisa menghabiskan waktu di tempat-tempat indah tersebut bersama orang-orang yang baik hati seperti mereka.
Pada akhirnya selama apapun pertemuan pasti akan berakhir dengan perpisahan. Walaupun tidak ada acara yang resmi dari WVSU sebagai acara penutup, tapi mereka memberikan kesempatan kepada kami untuk lebih dekat dengan murid-murid di kelas. Kami diberikan sebuah acara perpisahan di kelas bersama murid kelas 4. Mereka menampilkan beberapa tarian dan bernyanyi bersama, di akhir acara kami memberikan pidato singkat tentang kesan selama di WVSU. Selain itu, di luar pengetahuan dan pemberitahuan sebelumnya, saya diberi kejutan perpisahan juga oleh teman-teman sesama mahasiswa praktik mengajar di sana. Hal itu sungguh sebuah hal yang tak terduga hingga membuat saya menangis terharu. Sungguh, saya tidak akan melupakan pengalaman hidup di Filipina dan semua kenangan yang tumbuh di dalamnya.
Terima kasih kepada pihak UNS yang telah memberikan kesempatan bagi saya untuk mengikuti exchange programme ini. Terima kasih telah mewujudkan impian saja melalui program SEA Teacher ini. Semoga saya bisa mengaplikasikan ilmu yang saya dapatkan demi kemajuan pendidikan di Indonesia. Aamiin.