Dreaming in حلالا way. . .

Halaman

Cari Blog Ini

Apa sih artinya?

Minggu, 19 Agustus 2012

[FF] You're my Friend -Part 5/End-

Title                 : You are my friend
Author             : ちょゆき 
Chapter           : 5/5
Genre              : Friendship | Tragedy | Hurt | Family | Angst |Drama
Fandom           : (My) Original Character (Hime, Yuri, Mirai, Cho, Ayah dan Ibu Hime, Polisi,                                Mr.Tsuzuke)
Rated              : NC - 13
Summary        : Karena kamu adalah temanku . . .
Warning          : Author masih pemula diksinya dari dulu sampai sekarang masih membosankan + makin Alay karena kelamaan hiatus, tapi Fic ini penuh emosi *menurutku*.
Note                :  saya kembali ke dalam dunia asliku, menyenangkan sekali. FF lanjutan sebulan yang lalu tepatnya pas bulan Ramadhan. Sebenarnya aku mau nulis lagi juga gara – gara dibujuk sama tuh.. Dita, Ar, sama si Kiki dan yang lainnya *kayak ada yang baca :P* yang dari dulu udah nyuruh – nyuruh, tapi baru kubuatin sekarang, Maaf sekali, Maaf jika tidak memuaskan. Karena saya udah terlanjur janji, jadinya belajar gak tenang, makan gak tenang, mandipun gak tenang, buru – buru akan kulunasi hutang saiia, hehehe 


- Dedicated to all of my friends who always read my stories. Thank you so much^^ -


>>>> Cerita sebelumnya :

Ketika ia sudah mulai dekat dengan ruangan ayahnya, kira – kira hanya berjarak 5 meter, terdengar suara ribut dari ruangan ayah. Hime terlonjak kaget, dan mendadak takut kalau terjadi apa – apa dengan ayahnya. Saat ia berniat memasuki ruangan ayahnya, ia menghentikan langkahnya saat mengetahui pintu akan dibuka seseorang dari dalam. Hime segera menyembunyikan tubuhnya itu di balik dinding tidak jauh dari sana, sembari mengintip sedikit untuk menjawab rasa penasarannya dengan apa yang sesungguhnya terjadi. Ketika pintu sudah sepenuhnya terbuka, ia melihat ayahnya pingsan tak berdaya bersama tali yang mengikat tangan dan kakinya. Ia dibopong oleh beberapa orang bertubuh kekar.

Ayah diculik?

Kepanikan menyeruak dari hati Hime, ia takut, jikalau ayah dalam bahaya. Namun, untuk saat ini ia tak mungkin menolongnya, karena dia hanya sendiri. Ketika ada satu orang yang keluar paling akhir, sepertinya tidak asing lagi bagi Hime. Ia ingin sekali mengetahui siapa sosok di balik ini semua, dan betapa terkejutnya ia, saat orang itu menolehkan wajahnya ke arah Hime, guna mengecek keadaan. Hime langsung membalikkan tubuhnya untuk bersembunyi saat ia mengetahui bahwa orang itu,

Mr. Tsuzuke?

**>


Melihat kejadian itu, Hime segera menghubungi kantor polisi, dan menyarankan agar segera datang ke lokasi kejadian dimana ayah Hime bekerja. Tetapi, segerombolan orang itu, malah membawa Ayah Hime keluar melalui belakang kantor, sebuah pintu yang sangat terpencil dari kantor yang terbilang luas itu. Sehingga membuat Hime harus mengendap – endap mengikuti mereka.

Flashback end ~~~~~

“Lalu, apa yang terjadi tante Mirai?”

“Ayahnya dibunuh.”

“Ha?”

“Iya. Untungnya polisi bergerak cepat dan dapat menangkap ayah Cho beserta anak buahnya. Namun sayangnya ayah Hime tidak dapat diselamatkan. Dan yang lebih memilukan adalah Cho tidak datang di pemakaman ayahnya. Hubungan mereka menjadi retak semenjak kejadian ini.”

Flashback

Hime masih belum mempercayai kenyataan pahit ini. Pandangannya kosong, bagaikan tidak bekerja sama sekali, tak ada satupun airmata yang menetes. Otaknya terus saja memutar memori paling menyakitkan selama ia hidup. Bahkan tregedi itu terlalu menyakitkan untuk ditanggung anak seumurannya.

Sementara di sudut lain, ibu Hime menangis sangat kencang sembari memberontak di samping jasad suaminya yang sudah terbujur kaku tertutup kain kafan itu. Apa yang akan Hime lakukan setelah ini? Apa dia bisa hidup tanpa ayahnya? Salah satu orang yang paling ia sayangi di dunia ini pergi untuk selamanya.

5 days later . . .


Apakah ini cobaan terbesar di hidupku? Haruskah aku menanggung semua beban ini sendirian?

Hime masih sangat shock, bahkan belum dapat menerima jika saja ayah dan ibunya sudah tak berada di sisinya, dan sekarang dia harus hidup sebatang kara. Semenjak ayah Hime pergi, Ibunya tidak dapat menerima takdir, dia terlalu memikirkan kehidupannya tanpa suami, Ibu Hime mendadak stress dan sekarang beliau di tempatkan di Rumah Sakit Jiwa.

Lalu bagaimana nasibku kemudian? Apakah aku juga akan gila seperti ibu, atau mengakhiri hidupku untuk bertemu ayah?

Hingga ia tersadar bahwa ada seseorang yang tak kalah ia sayangi, tidak tampak akhir – akhir ini, bahkan di saat ayahnya meninggal pun, ia tak terlihat. Dimana Cho? Apakah ada suatu hal terjadi padanya?

Akhirnya Hime bergegas menuju ke rumah Cho. Tak perlu memakan waktu lama untuk menemukan rumah Cho, karena rumah mereka hanya berjarak sekitar 200 meter. Dengan berjalan kakipun, waktu terasa cepat berputar. Hingga akhirnya, Hime sampai di depan gerbang rumah dengan arsitektur bangunan modern yang cukup besar, ia memencet bel di samping gerbang.


Belum ada jawaban,


Hime memencetnya lagi.


Beberapa saat kemudian, terdengar suara langkah kaki berjalan ke arahnya, membuat gerbang tadi terbuka. Tepat, orang itu adalah Cho, tanpa pikir panjang, Hime segera memeluk sahabatnya ini, betapa ia masih terpukul dengan hidupnya yang begitu tragis. Ia belum siap menerima semua ini.

Tapi, tanpa diduga. Cho melepaskan pelukan itu dengan sedikit kasar. Sepertinya ia tidak suka diperlakukan seperti itu. Hime kaget dengan perlakuan sahabatnya baru saja,

“Kenapa?” Ujar Hime masih bingung

“Kamu ngapain ke sini?” Cho tampak marah

“Aku ingin mengunjungimu. Aku tak melihatmu di pemakaman ayah, apa kamu tidak tahu?”

“Tentu saja aku tahu. Bagaimana tidak? Ayahmu yang membuat ayahku masuk penjara bukan? Ia dihukum seumur hidup, dan itu membuat keluarga kita berantakan. Kita tidak punya apa – apa sekarang. Aku tidak bisa memaafkanmu, Hime.” Gertak Cho kencang.

Hime sangat terpukul dengan tindakan kasar sahabatnya tadi. Ia tidak menyangka kalau cho bisa berbuat sebegitu menyakitkan hatinya. Bukan ini yang ia harapkan, ia ingin menghibur hatinya sedikit ketika bertemu Cho. Tapi, apa ini? dengan semena – mena ia menghardiknya seperti ialah yang paling benar.

“Cho, bukankah kita adalah sahabat. Tidakkah kau ingin menghiburku?” Dengan mata yang mulai berkaca – kaca Hime berusaha menahan rasa sakit yang sudah menyeruak di dadanya.

“Apa? Apakah aku mempunyai sahabat yang sudah menghancurkan keluargaku? KAU!!” Raut muka Cho berubah geram. Lalu menunjukkan telunjuknya ke muka Hime.

“Kau itu lebih rendah dari musuhku, BERHENTILAH MENEMUIKU LAGI.”


“DEGG”


Bagai tertusuk beribu pedang. Hampir saja kaki Hime tidak dapat menopang tubuhnya, hampir saja ia terjatuh ke tanah. Rasa sakit ini benar – benar sudah menyeruak, tak tertahankan lagi. Bahkan rasa sakit ini seperti berubah menjadi aliran darah akibat tusukan pedang tadi. Hingga yang hanya dapat Hime rasakan adalah luka yang begitu perih. Dengan sangat berat, Hime mencoba berkata lagi.

“Cho, sebetulnya, aku berharap persahabatan kita tidak akan retak gara - gara kejadian ini. Bukankah kau yang berjanji seperti ini dahulu? Apa kau tidak mengerti keadaanku sekarang? Aku terpuruk, aku tak punya siapa – siapa lagi, aku kesepian. Dan camkan ini.” Gertak Hime.

Sekarang giliran Hime yang menunjuk ke wajah Cho.

“KEMATIAN AYAHKU INI GARA – GARA AYAHMU, AKU KEHILANGAN KELUARGAKU JUGA GARA- GARA AYAHMU, BISA – BISANYA KAU MENYALAHKAN AYAHKU. AKU YANG SUDAH MEMPERCAYAI OMONGANMU, TAPI TANPA KUDUGA, KAMU BERDUSTA. DAN INGAT, AKU TIDAK AKAN PERNAH MEMAAFKAN KALIAN.”

Hime segera berbalik arah, dia berlari sekencang – kencangnya sembari menangis di sepanjang jalan. Meninggalkan seorang teman yang sudah menghianatinya.

Betapa rasa sakit ini bertambah perih, lebih pering bahkan paling perih ketika orang yang paling kupercaya, sahabatku sendiri mencampakkanku.

AKU TIDAK AKAN MEMPERCAYAI  SEORANG TEMANPUN DI DUNIA INI.


Flashback end

Tiba – tiba terdengar lirih hembusan napas diikuti deheman yang terdengar sangat lemah dari seseorang di sana. Sontak Hime dan Tante Mirai mengalihkan pandangan mereka ke arah Cho yang sedang berbaring. Dan ternyata dugaan mereka benar, Hime sudah sadar.

“Syukurlah Hime, kau masih tertolong.” Ujar tante Mirai senang

Hime sepertinya masih bingung dengan kondisinya saat ini, kenapa dia bisa sampai di rumah sakit dan melihat tubuhnya terbaring lemah beserta selang infuse yang masih melekat di tangannya. Namun tak lama kemudian, ia mengingat kejadian itu.

“Sepertinya kau sudah tau semua, Yuri.” Ucap Hime terbata – bata.

“Jangan mengingat hal itu dulu, kau masih butuh banyak istirahat.” Yuri menenangkan Hime yang masih merasakan trauma dari masa lalunya.

Hime terdiam sebentar. Raut mukanya Nampak semakin sayu dan pucat, seperti tidak memiliki semangat untuk bertahan hidup dan bangkit kembali. Tanpa diduga, air mata Hime menetes.

“Harusnya aku sudah tidak berada di dunia ini lagi. Aku rindu ayah dan Ibuku. Hikss . .  . Aku rindu kebersamaan kita dulu.”

Yuri terdiam mendengar kesaksian Hime baru saja. Dia tidak menyangka Hime dapat sehalus dan selemah ini, ia baru saja menemukan sosok baru di tubuh Hime yang egois.

“Aku tau, tapi jangan mudah berputus asa. Hidup ini harus kau tapaki, kau harus  menemukan dirimu meraih kemenangan melawan cobaan ini. Ayahmu pasti tidak ingin melihatmu seperti ini, kamu harus bisa bangkit.”

“Kau tidak mengerti betapa aku sangat menderita bertahun – tahun, dan aku sendirian.” Tangis Hime pecah.

“Aku tau ini sulit. Tapi Hime yang kukenal bukanlah Hime yang lemah seperti ini. Hime itu pribadi yang kuat, bukan?”

Hime menatap Yuri dengan mata sembab. Lalu menundukkan kepalanya, mulai terisak dan memperkeras suara tangisnya itu. Hingga akhirnya Yuri beranjak memeluk tubuh sahabatnya itu.


“Hime, aku tidak mengerti dengan sikapmu ini. Bagaimana bisa kamu masih menemaniku, orang yang sudah menghardikmu kasar dan menacuhkanmu sebagai seorang teman. bahkan aku belum mampu menemukan arti seorang teman yang sesungguhnya. Aku lemah.” Hime mengeluarkan semua isi hatinya yang sudah terlalu lama ia pendam.

“Kau sudah menemukan arti teman, Hime. Aku bersedia menjadi sahabatmu. Aku tidak akan membenci orang yang membenciku, apalagi kamu  adalah temanku. Aku tak ingin menyakiti orang lain, biarkan aku menyimpan rasa sakit ini sendirian, aku tak ingin kamu menanggungnya juga dan  menambah beban penderitaanmu selama ini. Lupakanlah masa lalumu yang kelam itu, karena hidup tidak berjalan ke belakang melainkan ke depan, kamu harus memperbaiki pribadimu yang rapuh dulu. Kamu harus buktikan kepada orang lain bahwa kamu tidak seburuk yang mereka kira. Bertahan dengan kondisimu seperti ini, bukan perkara yang mudah, tidak semua orang dapat melewatinya.”

“Bisakah aku mempercayaimu? Cho berkata seperti itu dulu, dan dia berdusta.” Hime melepas pelukannya kemudian menatap Yuri lekat.

“Jika kau tahu, aku bukanlah Cho. Aku tidak menganggap seorang teman hanya angin lalu, aku tak akan melupakan mereka walaupun lama – kelamaan waktu akan merenggut sosok mereka perlahan dan tergantikan dengan cita – cita, mimpi masa depan, teman baru, atau bahkan seorang kekasih seklipun. Tapi itu tak membuatku melepas mereka begitu  saja, karena dengan kebersamaan dan bantuan seorang teman kita, mimpi – mimpi yang kita idam – idamkan, teman baru dan seorang yang kita cintai itu bisa kita peroleh. Apa aku terlihat membohongimu?”

Hime menekuk setengah bibirnya, bersamaan dengan mengalirnya air mata yang turun membasahi pipi halusnya itu.

“Aku percaya, aku bersyukur dapat mengenalmu. Terima kasih Yuri.”

~/\~/\~/\~/\~/\~/\~/\~/\~/\~/\~

Hari demi hari, Hime berusaha menjadi dirinya yang dulu, pribadi yang ceria tapi kuat. Walaupun ini sulit, apalagi saat menjalin hubungan dengan teman di sekolahnya. Melepaskan cap seorang wanita yang terlampau egois dan tidak berperi kemanusiaan itu butuh kesabaran lebih. Bahkan ada beberapa siswa yang sudah terlanjur benci dan tidak akan memaafkannya lagi. Tapi Hime tetap berusaha dan mulai mengintropeksi diri dari kesalahan yang ia buat sendiri, inilah akibat tindakannya selama ini, dan ia harus memperbaikinya. Karena tidak ada kata terlambat sebelum kita mencoba.

Memiliki kehidupan yang di dalamnya tumbuh kebersamaan akan jauh lebih menyenangkan daripada menganggap kita bisa melakukan semua ini sendirian, karena kita tidak akan bisa lepas dari bantuan seorang teman.


~~~~~~~~ OWARI ~~~~~~~


Hweeee!!!....*tebar duit*.^O^

Akhirnya selese juga FF pesenan teman2, cerita ini aku persembahkan untuk kalian, teman yang selama ini menemaniku meraih mimpi, menjalani kehidupan, dan merasakan cinta *ciee*.


Walaupun jangka waktunya panjang, hampir 1 bulan gak ngepost dan bahkan  si kiki udah bilang kalo lupa *Jiaahh*. Dia setia banget nunggu lanjutannya. Juga bella yang udah nanyain FF gaje ini berulang kali di inbox XDD, Maap ya  . Cerita sebelumnya udah aku post sebagian juga di atas. Kalo masih belon inget baca part sebelumnya, kalo belon inget juga, baca dari awal  XDD *dikeroyok*

Dan akhirnya saiia sangat berterima kasih kepada yang sudah membaca FF part2an kedua setelah OMB ini. Walaupun keduanya juga terdapat unsur kegajean dan tidak membawa emosi seperti yang aku bilang, hehehe tapi kripik dan saran akan selalu dinantikan. I luph yuu *dilempar sandal*

Oh iya, berhubung sudah lebaran, saya sekeluarga mengucapkan :

‘MINAL AIDZIN WAL FAIDZIN, MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN’

Tidak ada komentar:

Posting Komentar