Title : You are my friend
Author : ちょゆき
Chapter : 5/5
Genre : Friendship | Tragedy | Hurt | Family | Angst |Drama
Fandom : (My) Original Character (Hime, Yuri, Mirai, Cho, Ayah dan Ibu Hime, Polisi, Mr.Tsuzuke)
Rated : NC - 13
Summary : Karena kamu adalah temanku . . .
Warning :
Author masih pemula diksinya dari dulu sampai sekarang masih
membosankan + makin Alay karena kelamaan hiatus, tapi Fic ini penuh
emosi *menurutku*.
Note :
saya kembali ke dalam dunia asliku, menyenangkan sekali. FF lanjutan
sebulan yang lalu tepatnya pas bulan Ramadhan. Sebenarnya aku mau nulis
lagi juga gara – gara dibujuk sama tuh.. Dita, Ar, sama si Kiki dan
yang lainnya *kayak ada yang baca :P* yang dari dulu udah nyuruh –
nyuruh, tapi baru kubuatin sekarang, Maaf sekali, Maaf jika tidak
memuaskan. Karena saya udah terlanjur janji, jadinya belajar gak
tenang, makan gak tenang, mandipun gak tenang, buru – buru akan
kulunasi hutang saiia, hehehe
- Dedicated to all of my friends who always read my stories. Thank you so much^^ -
>>>> Cerita sebelumnya :
Ketika
ia sudah mulai dekat dengan ruangan ayahnya, kira – kira hanya berjarak
5 meter, terdengar suara ribut dari ruangan ayah. Hime terlonjak kaget,
dan mendadak takut kalau terjadi apa – apa dengan ayahnya. Saat ia
berniat memasuki ruangan ayahnya, ia menghentikan langkahnya saat
mengetahui pintu akan dibuka seseorang dari dalam. Hime segera
menyembunyikan tubuhnya itu di balik dinding tidak jauh dari sana,
sembari mengintip sedikit untuk menjawab rasa penasarannya dengan apa
yang sesungguhnya terjadi. Ketika pintu sudah sepenuhnya terbuka, ia
melihat ayahnya pingsan tak berdaya bersama tali yang mengikat tangan
dan kakinya. Ia dibopong oleh beberapa orang bertubuh kekar.
Ayah diculik?
Kepanikan
menyeruak dari hati Hime, ia takut, jikalau ayah dalam bahaya. Namun,
untuk saat ini ia tak mungkin menolongnya, karena dia hanya sendiri.
Ketika ada satu orang yang keluar paling akhir, sepertinya tidak asing
lagi bagi Hime. Ia ingin sekali mengetahui siapa sosok di balik ini
semua, dan betapa terkejutnya ia, saat orang itu menolehkan wajahnya ke
arah Hime, guna mengecek keadaan. Hime langsung membalikkan tubuhnya
untuk bersembunyi saat ia mengetahui bahwa orang itu,
Mr. Tsuzuke?
**>
Melihat
kejadian itu, Hime segera menghubungi kantor polisi, dan menyarankan
agar segera datang ke lokasi kejadian dimana ayah Hime bekerja. Tetapi,
segerombolan orang itu, malah membawa Ayah Hime keluar melalui belakang
kantor, sebuah pintu yang sangat terpencil dari kantor yang terbilang
luas itu. Sehingga membuat Hime harus mengendap – endap mengikuti
mereka.
Flashback end ~~~~~
“Lalu, apa yang terjadi tante Mirai?”
“Ayahnya dibunuh.”
“Ha?”
“Iya.
Untungnya polisi bergerak cepat dan dapat menangkap ayah Cho beserta
anak buahnya. Namun sayangnya ayah Hime tidak dapat diselamatkan. Dan
yang lebih memilukan adalah Cho tidak datang di pemakaman ayahnya.
Hubungan mereka menjadi retak semenjak kejadian ini.”
Flashback
Hime
masih belum mempercayai kenyataan pahit ini. Pandangannya kosong,
bagaikan tidak bekerja sama sekali, tak ada satupun airmata yang
menetes. Otaknya terus saja memutar memori paling menyakitkan selama ia
hidup. Bahkan tregedi itu terlalu menyakitkan untuk ditanggung anak
seumurannya.
Sementara di sudut lain, ibu Hime menangis
sangat kencang sembari memberontak di samping jasad suaminya yang sudah
terbujur kaku tertutup kain kafan itu. Apa yang akan Hime lakukan
setelah ini? Apa dia bisa hidup tanpa ayahnya? Salah satu orang yang
paling ia sayangi di dunia ini pergi untuk selamanya.
5 days later . . .
Apakah ini cobaan terbesar di hidupku? Haruskah aku menanggung semua beban ini sendirian?
Lalu bagaimana nasibku kemudian? Apakah aku juga akan gila seperti ibu, atau mengakhiri hidupku untuk bertemu ayah?
Hingga
ia tersadar bahwa ada seseorang yang tak kalah ia sayangi, tidak tampak
akhir – akhir ini, bahkan di saat ayahnya meninggal pun, ia tak
terlihat. Dimana Cho? Apakah ada suatu hal terjadi padanya?
Akhirnya
Hime bergegas menuju ke rumah Cho. Tak perlu memakan waktu lama untuk
menemukan rumah Cho, karena rumah mereka hanya berjarak sekitar 200
meter. Dengan berjalan kakipun, waktu terasa cepat berputar. Hingga
akhirnya, Hime sampai di depan gerbang rumah dengan arsitektur bangunan
modern yang cukup besar, ia memencet bel di samping gerbang.
Belum ada jawaban,
Hime memencetnya lagi.
Beberapa
saat kemudian, terdengar suara langkah kaki berjalan ke arahnya,
membuat gerbang tadi terbuka. Tepat, orang itu adalah Cho, tanpa pikir
panjang, Hime segera memeluk sahabatnya ini, betapa ia masih terpukul
dengan hidupnya yang begitu tragis. Ia belum siap menerima semua ini.
Tapi,
tanpa diduga. Cho melepaskan pelukan itu dengan sedikit kasar.
Sepertinya ia tidak suka diperlakukan seperti itu. Hime kaget dengan
perlakuan sahabatnya baru saja,
“Kenapa?” Ujar Hime masih bingung
“Kamu ngapain ke sini?” Cho tampak marah
“Aku ingin mengunjungimu. Aku tak melihatmu di pemakaman ayah, apa kamu tidak tahu?”
“Tentu
saja aku tahu. Bagaimana tidak? Ayahmu yang membuat ayahku masuk
penjara bukan? Ia dihukum seumur hidup, dan itu membuat keluarga kita
berantakan. Kita tidak punya apa – apa sekarang. Aku tidak bisa
memaafkanmu, Hime.” Gertak Cho kencang.
Hime sangat
terpukul dengan tindakan kasar sahabatnya tadi. Ia tidak menyangka kalau
cho bisa berbuat sebegitu menyakitkan hatinya. Bukan ini yang ia
harapkan, ia ingin menghibur hatinya sedikit ketika bertemu Cho. Tapi,
apa ini? dengan semena – mena ia menghardiknya seperti ialah yang paling
benar.
“Cho, bukankah kita adalah sahabat. Tidakkah kau
ingin menghiburku?” Dengan mata yang mulai berkaca – kaca Hime berusaha
menahan rasa sakit yang sudah menyeruak di dadanya.
“Apa?
Apakah aku mempunyai sahabat yang sudah menghancurkan keluargaku? KAU!!”
Raut muka Cho berubah geram. Lalu menunjukkan telunjuknya ke muka Hime.
“Kau itu lebih rendah dari musuhku, BERHENTILAH MENEMUIKU LAGI.”
“DEGG”
Bagai
tertusuk beribu pedang. Hampir saja kaki Hime tidak dapat menopang
tubuhnya, hampir saja ia terjatuh ke tanah. Rasa sakit ini benar – benar
sudah menyeruak, tak tertahankan lagi. Bahkan rasa sakit ini seperti
berubah menjadi aliran darah akibat tusukan pedang tadi. Hingga yang
hanya dapat Hime rasakan adalah luka yang begitu perih. Dengan sangat
berat, Hime mencoba berkata lagi.
“Cho, sebetulnya, aku
berharap persahabatan kita tidak akan retak gara - gara kejadian ini.
Bukankah kau yang berjanji seperti ini dahulu? Apa kau tidak mengerti
keadaanku sekarang? Aku terpuruk, aku tak punya siapa – siapa lagi, aku
kesepian. Dan camkan ini.” Gertak Hime.
Sekarang giliran Hime yang menunjuk ke wajah Cho.
“KEMATIAN
AYAHKU INI GARA – GARA AYAHMU, AKU KEHILANGAN KELUARGAKU JUGA GARA-
GARA AYAHMU, BISA – BISANYA KAU MENYALAHKAN AYAHKU. AKU YANG SUDAH
MEMPERCAYAI OMONGANMU, TAPI TANPA KUDUGA, KAMU BERDUSTA. DAN INGAT, AKU
TIDAK AKAN PERNAH MEMAAFKAN KALIAN.”
Hime segera berbalik
arah, dia berlari sekencang – kencangnya sembari menangis di sepanjang
jalan. Meninggalkan seorang teman yang sudah menghianatinya.
Betapa
rasa sakit ini bertambah perih, lebih pering bahkan paling perih ketika
orang yang paling kupercaya, sahabatku sendiri mencampakkanku.
AKU TIDAK AKAN MEMPERCAYAI SEORANG TEMANPUN DI DUNIA INI.
Flashback end
Tiba
– tiba terdengar lirih hembusan napas diikuti deheman yang terdengar
sangat lemah dari seseorang di sana. Sontak Hime dan Tante Mirai
mengalihkan pandangan mereka ke arah Cho yang sedang berbaring. Dan
ternyata dugaan mereka benar, Hime sudah sadar.
“Syukurlah Hime, kau masih tertolong.” Ujar tante Mirai senang
Hime
sepertinya masih bingung dengan kondisinya saat ini, kenapa dia bisa
sampai di rumah sakit dan melihat tubuhnya terbaring lemah beserta
selang infuse yang masih melekat di tangannya. Namun tak lama kemudian,
ia mengingat kejadian itu.
“Sepertinya kau sudah tau semua, Yuri.” Ucap Hime terbata – bata.
“Jangan
mengingat hal itu dulu, kau masih butuh banyak istirahat.” Yuri
menenangkan Hime yang masih merasakan trauma dari masa lalunya.
Hime
terdiam sebentar. Raut mukanya Nampak semakin sayu dan pucat, seperti
tidak memiliki semangat untuk bertahan hidup dan bangkit kembali. Tanpa
diduga, air mata Hime menetes.
“Harusnya aku sudah tidak berada di dunia ini lagi. Aku rindu ayah dan Ibuku. Hikss . . . Aku rindu kebersamaan kita dulu.”
Yuri
terdiam mendengar kesaksian Hime baru saja. Dia tidak menyangka Hime
dapat sehalus dan selemah ini, ia baru saja menemukan sosok baru di
tubuh Hime yang egois.
“Aku tau, tapi jangan mudah
berputus asa. Hidup ini harus kau tapaki, kau harus menemukan dirimu
meraih kemenangan melawan cobaan ini. Ayahmu pasti tidak ingin melihatmu
seperti ini, kamu harus bisa bangkit.”
“Kau tidak mengerti betapa aku sangat menderita bertahun – tahun, dan aku sendirian.” Tangis Hime pecah.
“Aku tau ini sulit. Tapi Hime yang kukenal bukanlah Hime yang lemah seperti ini. Hime itu pribadi yang kuat, bukan?”
Hime
menatap Yuri dengan mata sembab. Lalu menundukkan kepalanya, mulai
terisak dan memperkeras suara tangisnya itu. Hingga akhirnya Yuri
beranjak memeluk tubuh sahabatnya itu.
“Hime, aku
tidak mengerti dengan sikapmu ini. Bagaimana bisa kamu masih menemaniku,
orang yang sudah menghardikmu kasar dan menacuhkanmu sebagai seorang
teman. bahkan aku belum mampu menemukan arti seorang teman yang
sesungguhnya. Aku lemah.” Hime mengeluarkan semua isi hatinya yang sudah
terlalu lama ia pendam.
“Kau sudah menemukan arti teman,
Hime. Aku bersedia menjadi sahabatmu. Aku tidak akan membenci orang yang
membenciku, apalagi kamu adalah temanku. Aku tak ingin menyakiti orang
lain, biarkan aku menyimpan rasa sakit ini sendirian, aku tak ingin
kamu menanggungnya juga dan menambah beban penderitaanmu selama ini.
Lupakanlah masa lalumu yang kelam itu, karena hidup tidak berjalan ke
belakang melainkan ke depan, kamu harus memperbaiki pribadimu yang rapuh
dulu. Kamu harus buktikan kepada orang lain bahwa kamu tidak seburuk
yang mereka kira. Bertahan dengan kondisimu seperti ini, bukan perkara
yang mudah, tidak semua orang dapat melewatinya.”
“Bisakah
aku mempercayaimu? Cho berkata seperti itu dulu, dan dia berdusta.”
Hime melepas pelukannya kemudian menatap Yuri lekat.
“Jika
kau tahu, aku bukanlah Cho. Aku tidak menganggap seorang teman hanya
angin lalu, aku tak akan melupakan mereka walaupun lama – kelamaan waktu
akan merenggut sosok mereka perlahan dan tergantikan dengan cita –
cita, mimpi masa depan, teman baru, atau bahkan seorang kekasih
seklipun. Tapi itu tak membuatku melepas mereka begitu saja, karena
dengan kebersamaan dan bantuan seorang teman kita, mimpi – mimpi yang
kita idam – idamkan, teman baru dan seorang yang kita cintai itu bisa
kita peroleh. Apa aku terlihat membohongimu?”
Hime menekuk setengah bibirnya, bersamaan dengan mengalirnya air mata yang turun membasahi pipi halusnya itu.
“Aku percaya, aku bersyukur dapat mengenalmu. Terima kasih Yuri.”
~/\~/\~/\~/\~/\~/\~/\~/\~/\~/\~
Hari
demi hari, Hime berusaha menjadi dirinya yang dulu, pribadi yang ceria
tapi kuat. Walaupun ini sulit, apalagi saat menjalin hubungan dengan
teman di sekolahnya. Melepaskan cap seorang wanita yang terlampau egois
dan tidak berperi kemanusiaan itu butuh kesabaran lebih. Bahkan ada
beberapa siswa yang sudah terlanjur benci dan tidak akan memaafkannya
lagi. Tapi Hime tetap berusaha dan mulai mengintropeksi diri dari
kesalahan yang ia buat sendiri, inilah akibat tindakannya selama ini,
dan ia harus memperbaikinya. Karena tidak ada kata terlambat sebelum
kita mencoba.
Memiliki kehidupan yang di dalamnya
tumbuh kebersamaan akan jauh lebih menyenangkan daripada menganggap kita
bisa melakukan semua ini sendirian, karena kita tidak akan bisa lepas
dari bantuan seorang teman.
~~~~~~~~ OWARI ~~~~~~~
Hweeee!!!....*tebar duit*.^O^
Akhirnya
selese juga FF pesenan teman2, cerita ini aku persembahkan untuk
kalian, teman yang selama ini menemaniku meraih mimpi, menjalani
kehidupan, dan merasakan cinta *ciee*.
Walaupun
jangka waktunya panjang, hampir 1 bulan gak ngepost dan bahkan si kiki
udah bilang kalo lupa *Jiaahh*. Dia setia banget nunggu lanjutannya.
Juga bella yang udah nanyain FF gaje ini berulang kali di inbox XDD,
Maap ya . Cerita sebelumnya udah aku
post sebagian juga di atas. Kalo masih belon inget baca part sebelumnya,
kalo belon inget juga, baca dari awal XDD *dikeroyok*
Dan
akhirnya saiia sangat berterima kasih kepada yang sudah membaca FF
part2an kedua setelah OMB ini. Walaupun keduanya juga terdapat unsur
kegajean dan tidak membawa emosi seperti yang aku bilang, hehehe tapi
kripik dan saran akan selalu dinantikan. I luph yuu *dilempar sandal*
Oh iya, berhubung sudah lebaran, saya sekeluarga mengucapkan :
‘MINAL AIDZIN WAL FAIDZIN, MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar