Assalamualaykum wr
wb.
Alhamdulillah bertemu lagi, terima kasih sudah berkunjung di
blog saya, hehe. Sesuai janji sebelumnya, kali ini saya akan membahas tentang
kehidupan seorang muslim di luar negeri. Beberapa minggu yang lalu saya diberi
kesempatan untuk merasakan tinggal di luar negeri selama satu bulan. Filipina
menjadi negara yang saya tinggali kala itu. Tak pernah terbersit sedikitpun
untuk menempatkan Filipina sebagai negara yang akan saya kunjungi sebelumnya,
namun ternyata takdir ALLAH berkata
lain.
Kebetulan saya mengikuti exchange program dari universitas
di bidang pendidikan, dari situlah saya mendapatkan banyak pengalaman bagaimana
harus bersikap, bersosialisasi, dan tentunya menempatkan diri sebagai muslim di
negara dengan mayoritas penduduk beragama non muslim. Bahkan sebagian besar
mereka tidak terlalu mengetahui tentang agama Islam.
Pernah suatu hari, saya dan teman-teman ditanya, “Apakah
seluruh orang Indonesia menggunakan penutup kepala (hijab) itu?” tentu kami
menjawab “tidak” karena hijab ini hanya diperuntukkan bagi muslim atau orang
yang beragama Islam dan mereka pun baru mengetahui saat itu. Di samping itu,
masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain mulai dari,
“Mengapa harus pakai
hijab?”
“Kalau hijabnya dilepas memang kenapa?”
Kemudian pertanyaan berkembang menjadi,
“Mengapa harus beribadah setiap hari?”
“Apa itu sunnah?”
Ternyata beberapa dari mereka sempat mencari informasi
tentang Islam di google, haha. Pertanyaan tak berhenti sampai di sana,
tiba-tiba ada yang bertanya?
“Ingrid, apakah kamu punya pacar? Apakah diperbolehkan
pacaran dalam Islam?” *Duuh*
“Mengapa laki-laki boleh memiliki istri sebanyak 4 orang?
Apakah mereka tidak setia?”
Nah, kalau seperti ini bagaimana menjelaskannya ya, hehe.
Mana harus menyusun kata-kata pakai bahasa Inggris lagi, hehe. Namun dari
sanalah celah dakwah terbuka. Alhamdulillah dengan seizin ALLAH aku bisa
mengenalkan agama Islam kepada mereka.
Selanjutnya tentang Salat. Pasti banyak yang bertanya bagaimana
caranya bisa sholat di negara dengan mayoritas penduduk non muslim dan mau
sholat dimana? Dibolehin sholat nggak? Serta banyak pertanyaan lainnya.
Pertama kali jadwal mengajar dikeluarkan, kami harus pergi
ke kampus tepat waktu. Jam sekolah dimulai dari jam 07.00 hingga 17.00, padat
sekali. Untuk salat Shubuh, Maghrib, dan Isya, aman, karena kita bisa sholat di
asrama. Tapi bagaimana tentang sholat Dzuhur dan Ashar?
Alhamdulillah, Allah menunjukkan kemudahannya, jam istirahat
dimulai dari pukul 12.00 sampai dengan 13.00, jadi waktu itu sangat pas untuk melaksanakan
Sholat Dzuhur. Di minggu-minggu pertama aku harus kembali ke asrama untuk
Sholat, namun lama kelamaan lelah juga karena kampus dan asrama harus ditempuh selama
10 menit dengan berjalan kaki. Jadi minggu-minggu berikutnya aku memutuskan
untuk sholat di kelas. Hemm, sebuah keputusan yang berat, aku khawatir akan banyak
orang mengawasi cara beribadah kami yang teramat berbeda-beda dan menimbulkan
prasangka-prasangka. Namun ternyata kekhawatiran itu sirna, orang-orang di sini
memberikan toleransi yang besar kepada kami. Kami diperbolehkan untuk sholat
dimana pun. Pertama kali, aku melaksanakan sholat di kelas. Waktu itu kondisi
sedang ramai-ramainya, ada yang bercengkerama, ada yang memainkan musik, dan
tertawa riuh. Ketika aku ijin untuk sholat di kelas, mereka langsung mematikan
lagu dan music, serta melirihkan suaranya. MasyaAllah aku sangat terharu kala
itu, walaupun ada sebagian teman yang heran dan terlihat penasaran dengan cara
kami Sholat waktu itu hehe, tapi tak mengapa yang penting kami tidak
meninggalkan kewajiban ibadah ini.
Selain kelas, tempat favorit adalah di kantor dekan karena tempatnya sunyi, bersih, dan sejuk, hehe. Alhamdulillah, dekan dan para stafnya mengijinkan kami untuk beribadah di sana. Namun, lama kelamaan juga tidak enak hati, takutnya mengganggu pekerjaan, jadi kami memilih tempat lain. Karena kampus ini tidak memiliki prayer room atau Mushola jadi kami bisa solat berpindah-pindah tempat sesuai tempat kerja kami kala itu.
Selain sholat, kami juga selektif tentang makanan di sini. Kami
menjelaskan kepada mereka bahwa Muslim hanya boleh makan makanan halal, jadi
kami dilarang makan babi/pork, minum alcohol, makan makanan yang menjijikkan,
dan makanan haram lain. Alhamdulillah mereka mengerti, jadi ketika teman-teman
ataupun dosen ingin makan malam bersama kami, pasti mereka memilih tempat makan
yang tidak menjual babi di sana. hampir setiap kali makan malam/ siang, menu
favorit kami adalah ayam, hahaha.
Selain itu, ketika berbelanja, hal yang paling utama selain
melihat harga adalah melihat kode halal di dalamnya. Jadi sudah dipastikan
bahwa rentang waktu belanja kami sangat lama karena harus sangat selektif,
terkecoh sedikit pasti berbahaya.
Hal lainnya adalah tentang hijab
Hijab menjadi bahan pertanyaan yang paling sering muncul
ketika kami menginjakkan kaki di Negara ini. Bagaimana tidak? Sebagian besar
dari mereka bertanya “Apakah kamu tidak kepanasan menggunakan kain itu di tengah
terik matahari yan menyengat?”
Dan kami jawab, “tidak”
Kami juga menjelaskan bahwa kami harus menutup rambut dan
seluruh bagian kepala kecuali muka dari laki-laki dewasa selain saudara,
keluarga, dan juga suami. Mendengar alasan tersebut, mereka terlihat tertarik,
kemudian muncul pertanyaan lagi. “Apakah ada arti cara penggunaan jilbab itu?”
pertanyaan ini muncul saat style jilbab kita yang berbeda satu sama lain, untuk
yang satu ini akan lebih mudah menjawab “Tidak, ini hanya style.” Kemudian mereka
langsung tertawa, haha.
Selain itu, ada beberapa teman di sana yang tertarik untuk
mencoba menggunakan hijab, reaksi pertama yang muncul yaitu mereka terlihat
amat gerah. Pantas saja, karena mereka tidak terbiasa menggunakannya, mereka
kagum dengan cara kami bertahan menggunakan pakaian yang serba panjang dan
tertutup di cuaca yang panas ini. Kita langsung menjelaskan bahwa pakaian ini membuat
kita berlindung dari sengatan matahari secara langsung.
Oh ya, di hari terakhir, kami berkesempatan untuk mengunjungi
sebuah masjid. Sulit sekali menemukan masjid di Filipina. Masjid ini bernama
Pioneer Mosque, didirikan oleh orang Filipina beragama Islam yang datang dari
pulau Mindanao (pulau terbesar di Filipina), memang kebanyakan masyarakat
Mindanao adalah Muslim. Di majid ini kami bertemu dengan keluarga Islam yang
sudah lama menetap di Ilo-ilo, rasanya senang dan haru. Setelah berhari-hari
tidak datang ke masjid, akhirnya kami bisa bercengkerama dan bertemu dengan
saudara-saudara kami. Ketika saya bertanya kepada mereka, “Apakah ada kesulitan
menjadi seorang Muslim di Filipina.” Mereka menjawab, “tidak”
Memang benar, Filipina adalah Negara yang memiliki toleransi
yang tinggi antar penduduknya. Di luar ekspektasi saya sebelumnya yang mengira
bahwa akan sulit menjadi muslim di Negara ini, ternyata semua itu salah.
Masyarakatnya ramah, pekerja keras, dan murah senyum. Walaupun pada awalnya
masyarakat di sana melihat kami dengan tatapan aneh dan asing karena memakai
baju serba tertutup, namun lama kelamaan mereka terbiasa juga. Dari hal
tersebut, dapat disimpulkan bahwa orang lain tidak menilai diri kita dari cara
berpakaian maupun agama yang kita anut, namun mereka melihat perilaku dan sikap
kita di kehidupan sehari-hari.
Jadi tidak usah ragu untuk melakukan perjalanan hingga ke
luar ngeri, ALLAH tidak mungkin membiarkan hamba yang selalu taat kepadaNya
berada dalam kesusahan. Kita masih bisa menjaga identitas kita sebagai muslim meskipun
di luar negeri. Biarkan orang lain mengenal keindahan Islam sebagaimana
perintah ALLAH kepada kita untuk senantiasa berdakwah dan menebar kebaikan
untuk sesama.