Dreaming in حلالا way. . .

Halaman

Cari Blog Ini

Apa sih artinya?

Minggu, 22 Maret 2015

[Cerpen] Ibuku Surgaku


Tak ada kata yang benar-benar konkret yang pantas untuk menggambarkan sosok Ibu di kehidupanku. Karena kemurnian kasih sayangnya lah tak bosan hadir mengisi lika-liku kehidupanku hingga saat ini, bak sebuah surga di dunia.
Ibuku, 18 tahun yang lalu, menjadi sosok penting dibalik lahirnya seorang bayi mungil di dunia ini.  Beliaulah yang berjuang mengurus dan merawat bayi itu sepenuh hati.
Dan hari demi hari itu berlalu. Bayi yang semula hanya bisa menangis dan tertawa itu telah tumbuh menjadi seorang anak yang menggemaskan dengan kelucuan yang terpancar dari wajahnya. Hal itu pun tak lepas dari peran beliau selama ini.
Namun , apa yang bisa aku persembahkan untuknya?
Tidak ada –
Hari berganti minggu hingga bulan dan tahun, masa sekolah mulai kutapaki. Aku masih ingat saat dengan sabarnya Ibu mengantarku ke sekolah dan menjemputku sepulangnya. Namun masa-masa indah dan canda tawa sepanjang perjalanan itu terkadang kunodai dengan sikap burukku.
Pernah suatu hari, aku melupakannya, berjam-jam ibuku menunggu kepulanganku namun aku tak kunjung keluar. Aku ingat betapa kecewanya raut muka ibuku, rasa bersalah jelas terpendam di hatiku, namun aku tak sanggup mengungkapkannya, bahkan tak ada kata maaf yang terucap, bodohnya hal ini tak hanya berlangsung satu kali. Aku menyesal, mengapa aku harus mengedepankan sebuah ego sesaat?
Tidak hanya itu, aku masih ingat masa-masa SMA yang harusnya aliran prestasi memenuhi perjalananku di sana. Namun apa daya, aku terlalu pesimis. Hingga akhirnya penyesalan itu datang di penghujung waktu. Mengapa aku tidak mencobanya terlebih dahulu? Aku sedih, saat tidak bisa membanggakannya dengan prestasi seperti yang berhasil diraih oleh teman-temanku yang lain.
Entahlah, anak macam apa aku ini?
Namun tidak seluruhnya kehidupanku bersama beliau diwarnai dengan kesalahan-kesalahan yang sama. Dibalik semua kegagalanku itu, aku bukanlah tipe anak yang tidak bertanggung jawab mengenai karierku di sekolah, tapi mungkin aku tidak seberuntung mereka. Aku pun selalu memperbaiki diri demi beliau dan rela berkorban deminya.
Hingga saat jenjang kuliah akan kutapaki, aku pun mulai memutuskan sebuah pilihan yang amat berat dimana ketika cita-citaku bertentangan dengan keinginan mereka. Cita-cita yang sedikit lagi akan terwujud namun harus rela ku buang – buang jauh-jauh, tapi aku harap itu hanyalah sebuah penundaan. Aku memutuskan untuk meneruskan pendidikan di sebuah Universitas Negeri yang sebelumnya bukan menjadi pilihanku. Namun aku berpikir, pada saat itulah aku harus membalas semua kesalahan masa laluku. Aku sadar, ada saatnya aku harus berkorban demi melihat beliau menyunggingkan sebuah senyum kepuasaan, meski hati ini tidak selaras dengan senyum itu, tapi itu sudah cukup untukku.
Ridho Allah terletak pada Ridho orang tua. Ternyata perkiraanku salah, aku bersyukur berada pada titik ini, sebuah keadaan dimana aku bisa melebur dalam sebuah lingkungan pendidikan yang sangat luar biasa.
Sampai saat ini pun, ibu juga tak berubah. Beliau tetap menjadi ibu dengan sejuta kasih sayang dan pengorbanan untuk anak-anaknya. Darinya aku belajar banyak hal dan Ibulah yang akan menjadi inspirasi terbesar untukku, ketika sosok ibu itu akan kusandang di kemudian hari. Tak peduli apapun keadaan ibu saat ini, aku akan tetap menyayanginya. Terima kasih untuk segalanya, Ibu.
Sukoharjo, 27 Desember 2014. Kupersembahkan curahan hati ini lewat tulisan (Cermin) sederhana untuk Ibuku tercinta,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar