Bismillahirrohmanirrohim
Assalamualaykum wr wb.
Alhamdulillahhirobbil
alamiin. Allah masih memberikan segala karunia dan rahmatnya sehingga saya
masih diberi kesempatan serta kesanggupan untuk menulis pada malam ini. Sudah
lama juga saya tidak menulis sesuatu di blog ini ya, yah biasa alasan klasik,
kalau tidak malas, ya nggak ada waktu, nggak ada ide juga hehe. Yah, karena
masih liburan semester, tak ada alasan lagi untuk tidak memulai mengisi blog
kesayanganku ini, hehe
Sebenarnya
kebiasaan saya yang tidak rutin menulis ini jangan ditiru ya, mungkin semua
alasan-alasan saya itu hanya sebuah alasan saja untuk mencari alasan-alasan
untuk tidak menulis, hehe
Karena
pada dasarnya seseorang yang bercita-cita menjadi penulis, haruslah rutin menulis
setiap harinya apapun yang terjadi, karena pada dasarnya jika kita menunggu
mendapat ide untuk menulis, we are not writer but waiter. Saya pernah membaca
salah satu quote yaitu, “apakah bisa menulis tanpa ide? Dan jawabnya BISA, yang
ada hanyalah tidak MAU.” Mengerti bukan? Jadi saya pun akan menasihati diri
saya sendiri untuk lebih rutin menulis
mulai saat ini.
Oh
ya, sebenarnya hari ini saya akan membahas sebuah tema yang cukup menarik yaitu
Kekuatan Doa. Di sini saya tidak akan menulis secara detail apalagi mengkaji
secara mendalam tentang tema tersebut, karena pada dasarnya ilmu yang saya
miliki masih dangkal. Saya akan sharing pengalaman saja tentang tema ini,
sebuah pengalaman yang akan menguatkan keyakinan kita tentang adanya kekuatan
doa tersebut.
Sebenarnya
banyak sekali pengalaman saya yang bisa mengungkapkan tentang kekuatan doa itu.
Namun ada yang paling berkesan di hati saya. Ketika kau terus menerus berdoa,
hal itu ibarat mengayuh sepeda, pintalah tanpa henti, tanpa putus asa, yakin
bahwa suatu saat kau akan sampai pada tujuanmu, sebuah doa yang terkabulkan.
Itulah
yang aku percayai sejak dulu, apalagi ketika aku mendapati suatu cobaan dan
masalah saat itu. Ya, tentang salah seorang anggota keluargaku yang sangat aku
cintai. Aku tidak akan menyebutkan siapa beliau, anggap saja kalian tahu dia
adalah anggota keluarga yang berperan penting di hidupku, seorang yang sangat
berharga bagiku.
Namun,
kala itu, aku tidak dapat membendung kesedihan hati ini. Dia belum mau
berhijab, dia belum mau melaksanakan shalat 5 waktu secara rutin, dia belum mau
membaca al quran, dan yang paling menyakitkan adalah dia pernah melarangku berhijab
syari. Sangat rumit bukan? Hatiku kalut kala itu, bagaimana tidak? Bagaimana
jika saya menjadi salah satu keluarga yang tidak dapat mengajaknya ke jalan
hijrah. Bagaiamana jika semua terlambat?
Sulit
untuk menasihatinya, sulit sekali, karena dia seperti tidak mau tahu. Tak ada
keinginan sedikit pun untuk mempelajari agama ini secara lebih dalam. Apalagi
mengingat kesibukanku kala itu, saat itu, aku tercatat sebagai pengurus
organisasi kerohanian islam di kampusku. Jarang sekali aku bisa pulang siang,
karena notabenenya selalu ada acara pasca kuliah. Yah, itulah kewajiban dan
amanahku saat menjadi pengurus.
Mengapa
aku sedih? Bukankah berjuang dalam kesibukan di jalan dakwah adalah sebuah
kegiatan yang mulia, penuh keberkahan? Yah, jujur aku bahagia, senang sekali
bisa menjalin ukhuwah dengan banyak sahabat-sahabat shalihah. Tapi tiba-tiba
muncul pertanyaan dalam hatiku kala itu. Aku sering disibukkan dengan kegiatan
dakwah di luar, bahkan tak jarang pula aku pulang melebihi jam malam yang
ditetapkan keluargaku. Lalu bagaiamana dengan kondisi keluargamu sendiri?
Apakah kau pernah berdakwah di dalamnya? Apakah kau bahkan pernah memikirkan
tentang ruhiyah keluargamu sendiri? Kau egois? Ya, benar. Saat itu, aku
dirundung kekacauan hati yang semakin nyata, aku menangis diam-diam di setiap akhir
sholatku.
Nyatanya
seorang aktivis dakwah sepertiku bahkan tidak mampu memberikan dakwah kepada
anggota keluarganya sendiri? Payah bukan? Ya, tapi aku tidak tahu harus
bagaiamana? Aku tidak tahu bagaimana harus menasihatinya? Bagaiamana harus
menyampaikan ajaran Islam pada hatinya yang tertutup? Bagaimana?
Hingga
suatu hari saya berada pada titik terbawah, sebuah masa dimana keputusasaan itu
melebar dalam rongga dada. Hingga di suatu kajian yang saya ikuti ada
penceramah yang berkata, “ Ketika semua usaha sudah kamu lakukan, serahkan
kembali kepada Allah, Ketika kau sudah tidak sanggup menahan beban itu, sabar
dan salatlah, Allah yang akan mengatasinya. Karena Dialah yang maha
membolak-balikkan hati manusia, berdoalah, dan berdoalah, tanpa putus asa,
bukankah ALLAH berjanji akan mengabulkan setiap doa orang-orang mukmin.”
Aku
tercengang, aku menangis, ya air mataku tak kuasa tertahan. Aku sadar bahwa aku
telah menyerah, aku tak sanggup menahan semua pergolakan batin ini. Aku pun
tertunduk, bersujud, menyerahkan diri kepadaNYa, memanjatkan setiap doa kepada
yang Maha kuasa. Begitu pun dengan doa kepada dia. Hanya ALLAH lah yan berhak
dan kuasa membuka hatinya untuk menerima petunjukMU.
Setelah
itu, tak pernah kulupa untuk mendoakan dia seusai shalatku. Kuulang-ulang terus
tanpa lelah, aku tak ingin menjadi anggota keluarga yang tidak bisa
menyelamatkan keluarganya dari api neraka. Yah, aku ingin keluarga ini
berkumpul kembali di SurgaNya.
Tentu
saja, tak secepat yang engkau kira. Tak secepat dia langsung berhijrah dan
meninggalkan segala kebiasaan-kebiasaan lamanya. Namun aku tak kunjung
menyerah, karena hanya dengan bersabar dan berdoalah yang aku bisa lakukan
sekarang. Hingga akhirnya ALLAH memberikan sebuah hadiah yang sangat indah.
Suatu ketika dia mulai membuka hati untuk mendirikan tiang agama. Dia kembali
shalat rutin 5 waktu yang telah lama dia tinggalkan, dan tak lama setelah itu
dia pun berhijab. Iya dia berhijab. Aku hampir menangis haru melihatnya begitu
cantik dengan hijab yang terulur itu.
Terima kasih ya ALLAH.
Aku
selalu bahagia saat-saat dia meminta tolong kepadaku untuk memakaikan hijabNya.
Dia sunggguh lebih cantik dengan penampilan ini. Alhamdulillah, akhirnya
doa-doaku pun terwujud. Akhirnya ALLAH mulai memberikannya petunjuk.
Yah,
mungkin dia belum mau belajar Al quran sekarang. Tapi tentu saja aku tak akan
menyerah, aku akan terus memanjatkan segala doa dan harapanku, mendengarkannya
membaca Al quran. Aku akan kembali menantinya dengan penuh kesabaran dan penuh
harap, menunggu kejutan-kejutan indah yang Allah beri saat menjawab doa-doaku
seperti dahulu. Aku akan selalu menunggu penuh harap. Berilah cahayaMu untuk
hatinya lagi ya Rabb. Aamiin