Dreaming in حلالا way. . .

Halaman

Cari Blog Ini

Apa sih artinya?

Minggu, 05 Februari 2017

Kekuatan Doa



Bismillahirrohmanirrohim
Assalamualaykum wr wb.

Alhamdulillahhirobbil alamiin. Allah masih memberikan segala karunia dan rahmatnya sehingga saya masih diberi kesempatan serta kesanggupan untuk menulis pada malam ini. Sudah lama juga saya tidak menulis sesuatu di blog ini ya, yah biasa alasan klasik, kalau tidak malas, ya nggak ada waktu, nggak ada ide juga hehe. Yah, karena masih liburan semester, tak ada alasan lagi untuk tidak memulai mengisi blog kesayanganku ini, hehe
Sebenarnya kebiasaan saya yang tidak rutin menulis ini jangan ditiru ya, mungkin semua alasan-alasan saya itu hanya sebuah alasan saja untuk mencari alasan-alasan untuk tidak menulis, hehe
Karena pada dasarnya seseorang yang bercita-cita menjadi penulis, haruslah rutin menulis setiap harinya apapun yang terjadi, karena pada dasarnya jika kita menunggu mendapat ide untuk menulis, we are not writer but waiter. Saya pernah membaca salah satu quote yaitu, “apakah bisa menulis tanpa ide? Dan jawabnya BISA, yang ada hanyalah tidak MAU.” Mengerti bukan? Jadi saya pun akan menasihati diri saya sendiri  untuk lebih rutin menulis mulai saat ini.

Oh ya, sebenarnya hari ini saya akan membahas sebuah tema yang cukup menarik yaitu Kekuatan Doa. Di sini saya tidak akan menulis secara detail apalagi mengkaji secara mendalam tentang tema tersebut, karena pada dasarnya ilmu yang saya miliki masih dangkal. Saya akan sharing pengalaman saja tentang tema ini, sebuah pengalaman yang akan menguatkan keyakinan kita tentang adanya kekuatan doa tersebut.

Sebenarnya banyak sekali pengalaman saya yang bisa mengungkapkan tentang kekuatan doa itu. Namun ada yang paling berkesan di hati saya. Ketika kau terus menerus berdoa, hal itu ibarat mengayuh sepeda, pintalah tanpa henti, tanpa putus asa, yakin bahwa suatu saat kau akan sampai pada tujuanmu, sebuah doa yang terkabulkan.

Itulah yang aku percayai sejak dulu, apalagi ketika aku mendapati suatu cobaan dan masalah saat itu. Ya, tentang salah seorang anggota keluargaku yang sangat aku cintai. Aku tidak akan menyebutkan siapa beliau, anggap saja kalian tahu dia adalah anggota keluarga yang berperan penting di hidupku, seorang yang sangat berharga bagiku.

Namun, kala itu, aku tidak dapat membendung kesedihan hati ini. Dia belum mau berhijab, dia belum mau melaksanakan shalat 5 waktu secara rutin, dia belum mau membaca al quran, dan yang paling menyakitkan adalah dia pernah melarangku berhijab syari. Sangat rumit bukan? Hatiku kalut kala itu, bagaimana tidak? Bagaimana jika saya menjadi salah satu keluarga yang tidak dapat mengajaknya ke jalan hijrah. Bagaiamana jika semua terlambat?

Sulit untuk menasihatinya, sulit sekali, karena dia seperti tidak mau tahu. Tak ada keinginan sedikit pun untuk mempelajari agama ini secara lebih dalam. Apalagi mengingat kesibukanku kala itu, saat itu, aku tercatat sebagai pengurus organisasi kerohanian islam di kampusku. Jarang sekali aku bisa pulang siang, karena notabenenya selalu ada acara pasca kuliah. Yah, itulah kewajiban dan amanahku saat menjadi pengurus.

Mengapa aku sedih? Bukankah berjuang dalam kesibukan di jalan dakwah adalah sebuah kegiatan yang mulia, penuh keberkahan? Yah, jujur aku bahagia, senang sekali bisa menjalin ukhuwah dengan banyak sahabat-sahabat shalihah. Tapi tiba-tiba muncul pertanyaan dalam hatiku kala itu. Aku sering disibukkan dengan kegiatan dakwah di luar, bahkan tak jarang pula aku pulang melebihi jam malam yang ditetapkan keluargaku. Lalu bagaiamana dengan kondisi keluargamu sendiri? Apakah kau pernah berdakwah di dalamnya? Apakah kau bahkan pernah memikirkan tentang ruhiyah keluargamu sendiri? Kau egois? Ya, benar. Saat itu, aku dirundung kekacauan hati yang semakin nyata, aku menangis diam-diam di setiap akhir sholatku.

Nyatanya seorang aktivis dakwah sepertiku bahkan tidak mampu memberikan dakwah kepada anggota keluarganya sendiri? Payah bukan? Ya, tapi aku tidak tahu harus bagaiamana? Aku tidak tahu bagaimana harus menasihatinya? Bagaiamana harus menyampaikan ajaran Islam pada hatinya yang tertutup? Bagaimana?

Hingga suatu hari saya berada pada titik terbawah, sebuah masa dimana keputusasaan itu melebar dalam rongga dada. Hingga di suatu kajian yang saya ikuti ada penceramah yang berkata, “ Ketika semua usaha sudah kamu lakukan, serahkan kembali kepada Allah, Ketika kau sudah tidak sanggup menahan beban itu, sabar dan salatlah, Allah yang akan mengatasinya. Karena Dialah yang maha membolak-balikkan hati manusia, berdoalah, dan berdoalah, tanpa putus asa, bukankah ALLAH berjanji akan mengabulkan setiap doa orang-orang mukmin.”

Aku tercengang, aku menangis, ya air mataku tak kuasa tertahan. Aku sadar bahwa aku telah menyerah, aku tak sanggup menahan semua pergolakan batin ini. Aku pun tertunduk, bersujud, menyerahkan diri kepadaNYa, memanjatkan setiap doa kepada yang Maha kuasa. Begitu pun dengan doa kepada dia. Hanya ALLAH lah yan berhak dan kuasa membuka hatinya untuk menerima petunjukMU.

Setelah itu, tak pernah kulupa untuk mendoakan dia seusai shalatku. Kuulang-ulang terus tanpa lelah, aku tak ingin menjadi anggota keluarga yang tidak bisa menyelamatkan keluarganya dari api neraka. Yah, aku ingin keluarga ini berkumpul kembali di SurgaNya.

Tentu saja, tak secepat yang engkau kira. Tak secepat dia langsung berhijrah dan meninggalkan segala kebiasaan-kebiasaan lamanya. Namun aku tak kunjung menyerah, karena hanya dengan bersabar dan berdoalah yang aku bisa lakukan sekarang. Hingga akhirnya ALLAH memberikan sebuah hadiah yang sangat indah. Suatu ketika dia mulai membuka hati untuk mendirikan tiang agama. Dia kembali shalat rutin 5 waktu yang telah lama dia tinggalkan, dan tak lama setelah itu dia pun berhijab. Iya dia berhijab. Aku hampir menangis haru melihatnya begitu cantik dengan hijab yang terulur  itu. Terima kasih ya ALLAH.

Aku selalu bahagia saat-saat dia meminta tolong kepadaku untuk memakaikan hijabNya. Dia sunggguh lebih cantik dengan penampilan ini. Alhamdulillah, akhirnya doa-doaku pun terwujud. Akhirnya ALLAH mulai memberikannya petunjuk.

Yah, mungkin dia belum mau belajar Al quran sekarang. Tapi tentu saja aku tak akan menyerah, aku akan terus memanjatkan segala doa dan harapanku, mendengarkannya membaca Al quran. Aku akan kembali menantinya dengan penuh kesabaran dan penuh harap, menunggu kejutan-kejutan indah yang Allah beri saat menjawab doa-doaku seperti dahulu. Aku akan selalu menunggu penuh harap. Berilah cahayaMu untuk hatinya lagi ya Rabb. Aamiin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar