Aku tak tahu apa nama perasaan ini.
Saat aku dengan bahagianya menyemangati orang lain untuk
bangkit dari keterpurukan
Namun, ketika ku berbalik, leleran air mata justru jatuh
dari pelupukku
Menyadari bahwa kerapuhan itu sesungguhnya ada dalam diriku.
Kurasakan aroma malam ini seperti biasa. Jari-jariku masih
sibuk mengetik sebuah ungkapan rasa. Entah mengapa , akhir-akhir ini aku lebih
tertarik menuangkan perasaan-perasaan sedih dari diriku? Tak terasa air mata
ini mengalir tanpa sengaja. Aku pun tak tahu. Bagiku, malam selalu menawarkan
penghiburan untukku, menawarkan kesunyian yang sejatinya sangat nyaman untuk
jiwa ini.
Ya, benar aku hanya butuh kesunyian untuk menenangkan
diriku. Aku memang berbeda, ketika orang lain sibuk mengungkapkan perasaan
kepada yang lain agar muncul kelegaan, namun tidak untukku. Aku bukanlah orang
yang dengan mudahnya mengungkapkan segala beban dalam dada ini. Bukannya aku
tidak percaya dengan sahabatku yang selalu menawarkan diri untuk menjadi tempat
cerita. Aku hanya tidak ingin mereka merasakan rasa sakit yang sama, cukuplah
hanya aku saja.
Lalu apa yang menyebabkan kemunculan kesedihan ini?
Memori otakku memutar kilas balik kenangan pilu itu. Ya, hal
sepele sebenarnya, tapi karena terlalu heterogen untuk disebut sepele, kepalaku
tidak sanggup untuk menampung seperti biasa. Alhasil, diam menjadi pilihan dan kelesuan
menjadi pelampiasan. Maaf jika banyak yang tidak nyaman dengan sikapku
akhir-akhir ini.
Aku hanya kecewa dengan beberapa orang akhir-akhir ini. Ah,
bukankah aku egois? Dengan gamblangnya menuduh orang bersalah, padahal diri ini
pun pasti lebih banyak bersalah. Tapi, ada saatnya diri ini lelah. Apakah
salah?
Mimpi dan keinginan itu sudah terlalu tinggi untuk
digugurkan begitu saja. Mungkin ini adalah masalah sepele bagi kalian, tapi
tidak untukku. Sudah 3 rencana yang gagal sebelum berperang, padahal ide dan proses
itu sudah mulai berjalan. Aku kecewa, sebenarnya aku tidak sepenuhnya ikhlas
atas semua ini.
Astaghfirullah hal adzim, ya Rabb, bukankah manusia hanya
bisa merencanakan sedangkan Engkaulah yang memutuskan hasilnya. Maaf atas
kesalahan diri ini, maaf atas ambisi yang berlebihan, maaf atas ketidaktepatan
mengatur segala aktivitas selama ini. Maaf atas segalanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar