Dreaming in حلالا way. . .

Halaman

Cari Blog Ini

Apa sih artinya?

Rabu, 18 Juli 2012

[FF] You are my friend -Part 2-

Title                  : You are my friend
Author             : ちょゆき 
Chapter           : 2/?
Genre              : Friendship | Tragedy | Hurt | Family | Angst |Drama
Fandom           : (My) Original Character (Hime, Yuri, Mirai, Aya, Cho, Ve)
Rated              : NC - 13
Summary        : Karena kamu adalah temanku . . .
Warning          : Author masih pemula diksinya dari dulu sampai sekarang masih membosankan + makin Alay karena kelamaan hiatus, tapi Fic ini penuh emosi *menurutku*.
Note                : Yappa >o< saya kembali ke dalam dunia asliku, menyenangkan sekali. Sepertinya ini FF terakhir sebelum puasa. Sebenarnya aku mau nulis lagi juga gara – gara dibujuk sama tuh.. Dita, Ar, sama si Kiki dan yang lainnya *kayak ada yang baca :P* yang dari dulu udah nyuruh – nyuruh, tapi baru kubuatin sekarang, Maaf sekali, Maaf jika tidak memuaskan. Karena saya udah terlanjur janji, jadinya belajar gak tenang, makan gak tenang, mandipun gak tenang, buru – buru akan kulunasi hutang saiia, hehehe.



- Dedicated to all of my friends who always read my stories. Thank you so much^^ -



Happy Reading ^^



Sudah 2 hari, semenjak pertengkaran itu terjadi, Hime tidak masuk sekolah. Sebegitu rapuhnya dia akibat perkataan yang dilontarkan oleh Yuri kala itu? Hingga saat ini pun, Yuri terus saja dihinggapi rasa cemas dan bersalah, dia harus segera memperbaiki hubungannya agar tidak semakin retak bahkan tidak bisa dieratkan lagi. Siang itu, sepulang sekolah Yuri berniat datang kembali ke rumah Hime untuk memastikan keadaannya apakah masih baik – baik saja.

Yuri berjalan menyusuri jalan beraspal itu dengan sedikit rasa cemas. Membayangkan apa yang bakal terjadi ketika di hadapannya sekarang adalah seorang Hime, yang tempo hari benar – benar meluapkan kemarahannya kepada Yuri. Jantungnya mulai berdetak tak beraturan, saat kaki dan raganya sudah mulai mendekati rumah Hime. Seperti biasa, sederet gerbang yang teramat tinggi bahkan sangat tinggi itu sudah menyambut kedatangan Yuri. Hanya ini satu – satunya pintu masuk ke rumah Hime tersebut.

“Ting . . .Tong . . .”

Yuri menekan tombol berbentuk bulat putih di samping gerbang, berharap masih ada orang yang mau mengijinkannya masuk. Tak lama setelah itu, terdengar suara decitan gerbang menandakan ada orang yang sengaja membuka gerbang. Sesegera mungkin Yuri bersiap untuk menerima semua resiko atas dirinya sendiri.

Namun di luar dugaan, di depannya sekarang hanya muncul seorang wanita yang lebih tua dari dirinya, mengenakan baju yang cukup mewah, perawakannya juga sangat cantik dan kulitnya itu putih bersih jika dilihat dari usianya yang terlihat sudah tua. Sepertinya dia keturunan cina, korea, atau jepang.

“Aaa, Dare o osagashi desu ka?
“Ah, Hajimemashite, Yuri desu.”
“Hajimemashite. Yuri-san, ada keperluan apa?”

Sekarang Yuri agak terheran – heran ternyata wanita yang dikiranya orang asing ini bisa bicara bahasa Indonesia.

“Sumimasen, Saya temannya Hime, bisa bertemu dengannya sekarang?”

“Hime? Oh, mari masuk dulu, Hime sedang keluar sebentar tadi.”

“Kemana?”

“Sebaiknya kau masuk dulu.”

“Baiklah.”

Yuri segera mengikuti saran wanita itu. Dia masih penasaran, apakah hubungan wanita ini dengan Hime? Belum pernah Yuri melihat wanita ini di rumah Hime sebelumnya. Yuri dibawa ke ruang tamu di rumah yang sudah pernah ia kunjungi sebelumnya.

“Silahkan duduk.”

“Iya.”

Yuri menuruti wanita itu.

“Jadi kau ini temannya Hime?” Ucap wanita itu memulai pembicaraan.

“Iya. Maaf kalau boleh tau, anda siapa?” Tanya Yuri penasaran.

“Oh, perkenalkan namaku Mirai, aku tantenya Hime.”

“Oh, begitu. Ngomong – ngomong, Hime sedang pergi kemana?”

“Kalau jam saat ini, Paling dia sedang berada di panti asuhan.”

Yuri terheran – heran dengan pernyataan tante Mirai kali ini. Panti asuhan? Apa yang Hime lakukan di sana. Sepertinya sangat mustahil jika seorang Hime yang terkenal egois itu berada di sana.


“Apa yang Hime lakukan?”

“Semenjak kejadian itu. Dia sering sekali bersedekah dengan sesamanya.”

Raut muka tante Mirai mendadak pucat, ia melamun sesaat hingga akhirnya tergugah oleh pertanyaan Yuri selanjutnya.

“Kejadian?”

“Kau benar – benar temannya?”

“Iya. Ada apa? Tante meragukanku?”

“Ahh, tidak aku hanya terlalu senang jika Hime mau membuka hatinya lagi untuk seorang teman. Dulu dia itu anak yang manis, manja dan ceria, semuanya berubah ketika salah seorang sahabatnya mencampakkannya, namun sayang orang tuanya yang mendapat tragedi selanjutnya?”

“Maksud tante? Dia kesepian?”

“Iya. Semenjak kejadian itu, dia benar – benar benci dengan namanya ‘teman’.”

“Ada apa?”

Yuri mendadak khawatir dengan masalah yang menimpa Hime. Apa itu benar – benar masalah yang sangat fatal hingga mampu membuatnya seperti terkena depresi yang sangat parah?

“2 tahun yang lalu . . .”

~/\~/\~/\~/\~/\~/\~/\~/\~/\~/\~

Yuri berjalan perlahan menyusuri sepanjang jalan di depannya saat itu. Langkahnya benar - benar sangat berat untuk digerakkan satu tapak ke tapak selanjutnya. Dia bahkan ingin pingsan atas cerita yang benar – benar tak diduganya, bahwa Hime, anak itu hanyalah korban ketidak adilan dan takdir yang sangat menyakitkan untuk diterima dan dilalui oleh anak manis itu. Sampai – sampai wajahnya yang sebenarnya sangat cantik dan dilihat seperti pribadi yang ceria tertutup oleh sepasang bola mata yang mendadak berubah menjadi sinis. Bibirnya bahkan tidak tersenyum sedikitpun. Mendadak Yuri berhenti saat dia menjumpai sosok yang sangat ingin ditemuinya berjalan perlahan dengan arah berhadapan dengannya saat ini.

“Hime, tentang Cho. Apa kau masih mengingatnya?”

Yuri langsung melontarkan satu kalimat yang berhasil membuat Hime membelalakkan matanya seperti monster yang sedang melihat mangsa dan langsung ingin menerkam.

“Kau ini, apa maumu? hingga mencampuri urusanku sampai saat ini?”

“Kau harus bangkit Hime, jadilah dirimu yang dulu lagi.”

“DIAMMM. Kau berhenti mengikutiku.”

“HIME-SAN…”

Yuri berteriak memanggil Hime yang sudah berlari menjauhinya. Sepertinya dia sangat frustasi mendengar kata ini, nama ini, “Cho”. Yuri terduduk di jalan, tak kuat dengan cobaan yang diterimanya itu, juga melihat temannya menanggung beban penderitaan yang teramat berat.  

Hime mempercepat langkahnya, berlari sekencang – kencangnya secepat dia bisa. Hingga ia tiba di rumahnya sendiri dengan keadaan yang benar – benar berantakan, Hime mendorong pintu rumahnya yang tak terkunci itu dengan dorongan yang lumayan keras.

“Hime-san?”

Panggilan dari tantenya saja tidak digubris olehnya. Sepertinya Hime sangat terpukul saat itu, ia menaiki tangga rumah dan masuk ke kamar, menutup pintunya keras.

“Arrrgggghhhh….. Aku benci kalian, aku benci.”

Hime merebahkan tubuhnya di kasur dan memegangi kepalanya sendiri yang mulai dilanda pusing yang sangat menyiksa. Yang tak lain adalah Berasal dari penderitaannya sendiri, bahkan terlalu lama.

Tiba – tiba, tanpa sengaja Hime terbangun dari kasurnya, ia beranjak menuju meja belajar dan membuka laci dibawahnya. Matanya menatap lekat – lekat dua orang perempuan di sebuah foto di sana. Dia mengambilnya perlahan.

“Cho? Did you die?”

Hime mengambil silet yang terletak di atas meja. Tangannya bergerak penuh nafsu menusuk – nusuk  muka daripada temannya sendiri, teman yang merangkulnya saat itu.

“Hah, hah… Aku tidak kuat lagi. Aku ingin mati.”

Hime terjatuh di lantai kamarnya, terisak – isak di sana, berteriak kemudian membanting segala benda yang berada di sana tanpa henti, ia mulai menyakiti dirinya sendiri, memukul kepalanya berulang kali.

“Hime, ku mohon berhenti, buka pintunya.”

Tiba – tiba terdengar suara Yuri dari  balik pintu, ia merasa perlu untuk menjaga Hime saat ini, ketika jiwanya sedang terguncang dan membutuhkan seorang teman. Hanya dialah yang Hime miliki.

“Kau lagi?”

Hime bergeming sinis di dalam kamar, tiba – tiba pandangannya menatap silet yang berada di tangannya saat ini. Ia memandanginya tamat – tamat. Yuri dan tante Mirai yang tidak berhenti menggedor – gedor pintu kamar Hime yang masih terkunci tidak dipedulikan oleh Hime. Yang ada dipikirannya saat itu hanyalah benda kecil tajam yang masi ia genggam, ujung terlancipnya memantulkan cahaya dari luar sehingga terlihat setitik kilau terpancar dari sana.

“Arrrhhhhh……!!!!!!!!”

“Hime, kau kenapa?” Yuri yang sudah sangat panik itu akhirnya mengambil jalan untuk mendobrak pintu kamar Hime. Dan berhasil. Tapi,

“HIMEEE!!!!!!!”

to be continued . . .  

Apakah membosankan?
silahkan keluarkan unek2 kalian di komentar^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar