Konon, kisah ini terjadi sewaktu
pulang Jawa dan Pulau Bali belum terpisah. Beberapa abad yang lalu, terdapat
suatu pertapaan disebuah lereng gunung. Tinggallah seorang Brahmana yang sakti
bernama Begawan Sidhimantra. Dia juga dikenal sebagai pertapa yang ramah dan
senang menolong.
Begawan Sidhimantra memiliki seorang
istri yang cantik yang dikenal dengan Nyi Sidhimantra. Merka memiliki seorang
anak bernama Manik Angkeran. Mereka sangat menyayangi anaknya. Terutama Nyi
Sidhimantra yang sangat memanjakan Manik Angkeran. Diusianya yang terbilang
masih kanak-kanak, Manik Angkeran trbiasa bermain jauh dari rumahnya. Terkadang
orang tuanya dibuat cemas olehnya.
“Manik Angkeran, kemana saja kau
bermain seharian? Kau brmain terlalu jauh. Kau akan diganggu orang jahat
nanti.” Kata ibunya.
“ Siapa yang berani brbuat jahat
kepadaku. Bu? Siapapun tahu kalau aku anak dari Begawan Sidhimantra.”sahutnya
“ Ya… Bagaimanapun juga kau tidak
boleh bermain sejauh itu. Kurasa desa seberang itu sangat jauh…!”
Namun, Manik Angkeran tidak
menghiraukan nasihat ibunya. Ia tetap mendatangi desa seberang itu. Disana ada
sesuatu yang menarik, yaitu adu ayam jago. Sewaktu pulang, ia masih saja
memikirkan apa yang ia lihat tadi.
Esok harinya ia pergi ke arena adu
ayam tersebut. Dia ikut bertaruh dan akhirnya ia mendapat kemenangan. Namun,
ada seorang warga desa yang mengadukan Manik kepada Sidhimantra. Sidhimantrapun
marah besar kepada Manik Angkeran. Dia merasa kecewa dngan apa yang sudah diperbuat
oleh anaknya itu.
Untuk sementara, Manik Angkeran
insyahf. Dia menekui hal-hal yang berhubungan dengan keagamaan. Namun hal itu
tidak berlangsung lama, Manik Angkeran kembali ke arena itu. Demikian terus
sampai beberapa tahun. Suatu hari, ibunya mengetahui apa yang dilakukan oleh
Manik Angkeran. Nyi Sidhimantra merasa sedih dan kecewa. Manik memohon agar
ibunya tidak memberitahukan hal ini kepada ayahnya.
Kini harta dirumahnya sudah habis, ia
tidak kekurangan akal. Ia mulai untuk menghutang kepada penjudi lainya. Dengan
senang hati para penjudi itu meminjamkan uang kepada Manik Angkeran. Ketika
para penjudi itu menagih hutang Manik, Manik Angkeran tidak dapat membayarnya.
Alhasil mereka menangih kepada Begawan Sidhimantra. Sidhimantra sangat malu dan
marah.
Hari itu juga, Begawan Sidhimantra
berpamitan untuk pergi dari rumah. Manik Angkeran pun juga berpamitan untuk
mengikuti ayahnya. Ia ingin tahu, dari mana ayahnya mendapatkan uang untuk
melunasi hutang-hutangnya.
Beberapa hari berlalu, sampailah
Sidhimantra di sebuat gua dilereng gunung Agung. Ia tak sadar bahwa ia diikuti
oleh anaknya. Kemudian ia membunyikan genta kecil, tiba-tiba terdengar gemuruh
dari dalam gua. Manik mengamati apa yang dilakukan ayahnya itu. Tak disangka,
keluarlah seekor naga dari dalan gua tersebut.
“Huah…hah…hah…hah, Sidhimantra
sahabatku! Sudah lama kau melupakan naga Besukih, bukan?” naga itu berbicara.
Suaranya menggelegar.
Sidhimantra menceritakan semua yang
ia alami. Naga Besukih termenung sejenak dan berbicara. “ Tak perlu risau
sahabatku, Dia sudah mau insyaf adalah suatu hal yang bagus! Aku akan
menolongmu untuk menyelesaikan urusan anakmu.”
Naga Besukih menggetarkan tubuhnya,
seketika terdengar bunyi berderincing. Kepingan emas jatuh dari tubuhnya. Manik
angkeran yang melihat kejadian itu merasa takjub. Manik Angkeran buru-buru
pulang agar ayahnya tidak curiga kepadanya.
Setiba dirumah, ayahnya memberikan
sekantung emas. Manik Angkeran
berpura-pura kaget. Manik Angkeran mendatangi teman-teman judinya dan membayarkan
hutang-hutangnya. Dirinya juga mulai berjudi kembali. Seperti biasa,
kawan-kawannnya menawarkan hutang kepadanya. Hutang Manikpun menumpuk kembali.
Dia bingung, jika sewaktu-waktu teman-temannya menagih hutangnya kepada
Ayahnya.
Ia merengek kepada ibunya untuk dapat
meminjamkan genta milik ayahnya. Ibunya memberikan genta itu kepada Manik
Angkeran dengan perasaan cemas. Manik bergegas mendatangi gua itu. Ketika
membunyikan genta itu, terdengar gemuruh dari dalam gua. Manik Angkeran
bergetar ngeri.
“Hai manusia siapa kau? Dan darimana
kau memperoleh genta itu?!”
“Oh … Naga Besukih … aku… aku adalah
putra Sidhimantra.”
“Hmm … jadi kau anak Brahmana yang
gila judi itu?Bagus, apakah ayahmu berharap aku akan menghajarmu?”
“Tidak… ayah tidak menyuruhku datang kesini.
Kini ia sedag terbaring sakit.”
Manik membuat alas an untuk
mendapatkan kepingan emas dari Naga Besukih. Saat Naga Besukih berbalik arah
untuk masuk kedalam gua saat itu juga ekornya yang terdapat sebutir berlian
yang berkilauan itu tertinggal diluar.
Timbul niat jahat Manik Angkeran. Dia
mencabut berlian itu. Naga Besukih mengaum kesakitan. Manik Angkeran tidak
sempat lari, tubuhnya hangus dan dia mati seketika. Tiba-tiba Sidhimantra
muncul. Ia memohon agar anaknya dihidupkan kembali.
Naga Besukih mengabulkan permintaan
sahabatnya itu, tapi dengan syarat anaknya akan diasuh oleh Naga Besukih.
Diperjalanan pulang, Begawan Sidhimantra melemparkan tongkatnya ke tanah.
Seketika air memancar, semakin lama semakin lebar. Akhirnya Gunung Agung dan
Pulau Jawapun terpisah. Genangan air itu disebut Selat Bali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar