Dreaming in حلالا way. . .

Halaman

Cari Blog Ini

Apa sih artinya?

Kamis, 19 Juli 2012

[FF] You are My Friend -Part 3-


Title                 : You are my friend
Author             : ちょゆき
Chapter           : 3/?
Genre              : Friendship | Tragedy | Hurt | Family | Angst |Drama
Fandom           : (My) Original Character (Hime, Yuri, Mirai, Aya, Cho, Ve)
Rated              : NC - 13
Summary        : Karena kamu adalah temanku . . .
Warning          : Author masih pemula diksinya dari dulu sampai sekarang masih membosankan + makin Alay karena kelamaan hiatus, tapi Fic ini penuh emosi *menurutku*.
Note                : Yappa >o<’’, saya kembali ke dalam dunia asliku, menyenangkan sekali. Sepertinya ini FF terakhir sebelum puasa. Sebenarnya aku mau nulis lagi juga gara – gara dibujuk sama tuh.. Dita, Ar, sama si Kiki dan yang lainnya *kayak ada yang baca :P* yang dari dulu udah nyuruh – nyuruh, tapi baru kubuatin sekarang, Maaf sekali, Maaf jika tidak memuaskan. Karena saya udah terlanjur janji, jadinya belajar gak tenang, makan gak tenang, mandipun gak tenang, buru – buru akan kulunasi hutang saiia, hehehe.


- Dedicated to all of my friends who always read my stories. Thank you so much^^ -



Happy Reading ^^



~~~~Hime . . . 10 years old~~~         

Ahhh, kepalaku sakit sekali. Kelopak mataku masih sangat sulit untuk dibuka, sekujur tubuhku mulai terasa nyeri saat aku mencoba menggerakkannya. Namun walaupun terasa berat, akhirnya aku dapat melihat seluruh keadaan di sekitarku, walaupun dengan pandangan yang sedikit kabur.

Aku  dimana?

Tanda Tanya besar muncul di otakku, Tepatnya rasa penasaranku yang menyeruak saat ingin mengetahui keberadaanku sekarang. Hanya ada pohon – pohon besar yang mengelilingiku, seperti sebuah hutan? Tapi kenapa aku bisa sampai di sini? Saat ku lihat seluruh tubuhku, banyak sekali luka yang terlihat. Saat aku mencoba menelaah lebih jauh, aku menemukan diriku di sebuah hutan, kali ini aku benar – benar yakin, dan sekarang, di sebuah jurang?

“Apa yang terjadi?”

“ Hime ,  Hime, Hime. Disana!!!”

Tiba – tiba terdengar panggilan dari banyak orang yang menyebut satu nama secara berulang – ulang bernada sangat panik.

“Hime!!!!! Kami akan menolongmu.”

Kini salah satu wanita muda di antara mereka melihat ke bawah tepatnya ke dalam sebuah jurang yang cukup dalam sambil berteriak seolah member peringatan tepatnya pertolongan kepada sosok di bawah sana, sosok yang bernama ‘Hime’.

“Hime, kau tidak apa – apa?”

Kini wanita muda dengan postur tubuh yang hampir sama dengan Hime menghampirinya dan langsung sibuk mengecek keseluruhan tubuh Hime, memastikan bahwa keadaannya baik – baik saja.

“Ahh, kau terluka. Sebaiknya harus segera diobatkan.”


“Cho, tidak apa – apa.”

“Tolong bawa Hime ke desa. Dia harus segera mendapat perawatan.”

Lagi – lagi wanita muda yang diketahui bernama Cho ini terlihat lebih panik daripada orang – orang di sekitar tempat kejadian.

“Ahh, Cho,kau terlalu berlebihan . . .”

“Ssst… Tidak, kau ini temanku. Aku tak ingin melihatmu sakit.” Ucap Cho memotong pembicaraan

“Terima kasih.”

Flashback end

“Dokter, bagaimana keadaannya?”

Yuri buru – buru bertanya kepada seorang pria berjas putih yang baru saja keluar dari ruangan ICU Rumah sakit itu.

“Oh, temanmu, cukup kehilangan banyak darah. Untung saja belum sampai memutus urat nadinya. Kami sudah berhasil menolongnya, untuk beberapa hari ini dia harus dirawat di Rumah sakit terlebih dahulu sampai kesehatannya pulih kembali.”

“Ah, begitu. Terima kasih dokter.” Yuri membungkukkan badannya, sebagai tanda berterima kasih

“Baiklah. Permisi.”

Pria itu segera meninggalkan Yuri dan tante Mirai. Saat itu Yuri dapat menarik napas lega karena Hime masih bisa diselamatkan. Mereka berdua masuk ke dalam ruangan dimana Hime sedang dirawat. Hime masih pingsan, sepertinya kondisi tubuhnya itu belum terlalu pulih.

Yuri berjalan perlahan mendekati sosok lemah yang terbaring di tempat tidur tersebut. Yuri memegang tangan kiri Hime yang dibalut kain putih tebal bersamaan warna merah yang masih terlihat akibat darah dari goresan itu.

“Hime, kenapa kau lakukan ini?” Yuri meneteskan air matanya, tak kuat melihat temannya menderita terlalu lama.

“Tante, boleh aku bertanya?” Yuri menolehkan wajahnya ke arah tante Mirai yang berada disampingnya saat itu.

“Iya.”

“Dimana Cho sekarang?”

“Cho, kabar terakhir yang aku terima semenjak ayahnya di penjara, Ibu Cho bercerai dan memilih untuk pergi, aku juga tidak tahu dimana sekarang. Tapi, ada yang bilang bahwa dia ikut ibunya pindah ke luar pulau setelah menjual rumahnya di desa.”

“Sayang sekali, coba saja mereka bisa bertemu lagi.”

“Aku tak yakin kalau Hime mau memaafkannya. Dia sudah terlanjur benci kepada Cho.”

“Dia hanya butuh membuka hatinya perlahan.”


~~~~Hime . . . 13 years old~~~         


“Hime-san, Ayo main.”

Hai. Ayah, Ibu aku pergi dulu.”

Hime berlari keluar pintu setelah berpamitan kepada kedua orang tuanya. Hari itu, dia dan Cho berniat pergi ke padang ilalang yang terletak tidak jauh dari desa mereka. Hime ingin menemani sahabat kecilnya itu untuk mengambil beberapa gambar pemandangan di sana.

“Hime-san, aku boncengkan ya.”

“Oh, ya? Baiklah.”

Mereka tertawa lepas sepanjang perjalanan, benar – benar terlihat seperti kebahagiaan sepasang sahabat yang tulus waktu itu. Angin sore berhembus menerpa rambut mereka yang terurai. Ketika melewati turunan yang lumayan panjang, kayuhan sepeda Cho semakin dipercepat sehingga membuat Hime harus berpegangan erat pada pinggang Cho.

“Cho, hati – hati.”

Melihat Hime yang semakin panik, Cho tidak menggubrisnya, ia malah semakin bersemangat mengayuh sepeda.



“Hahaha…”

Tawa riuh terdengar semarak saat mereka saling bercanda akrab di padang ilalang.

“Hime-san, bagaimana hasil jepretanku yang satu ini?” Cho menunjukkan kameranya kepada Hime.

“Bagus, kau benar  benar jago fotografi ya?” Hime menunjukkan kekagumannya kepada hasil foto Cho yang memang terlihat sangat indah.

“Terima kasih. Eh, ngomong – ngomong, aku belum punya foto kita berdua, lho? Masak sepasang teman tidak memiliki kenangan yang diabadikan, hehe.”

“Oh iya, sini. Ayo berfoto!”

Cho mengedepankan kameranya dan memposisikannya terbalik dari arah semestinya. Saat mereka sudah menempelkan pipinya masing – masing, Cho merangkul pundak Hime, kemudian mereka tersenyum manis.

‘’Ckrekk”

“Yaappa ^o^. Kawaii^^, aku cantik juga ya? Hehehe.” Cho memuji dirinya sendiri saat melihat hasil foto mereka berdua.

“Mana sih? Sini aku lihat, ahh yang cantik itu kan aku, hahaha.”

Hime malah menggoda Cho, mereka lalu melontarkan candaan dan ejekan satu sama lain dan membuat suasana menjadi benar – benar ceria.



“Huuuuhh, Cho-san, Arigatou.” Hime menarik napas panjang.

“Eh? untuk apa?”

Hime tersenyum menatap wajah Cho yang masih bingung dengan perkataannya tadi. Kemudian kembali memandang ke arah padang ialalang yang indah di depan mereka.

“Terima kasih, kau sudah mau menjadi temanku.” Ucap Hime lirih

“Ahh, aku juga senang bersamamu, terima kasih juga. Selalu ingat persahabatan kecil kita ini ya, jika kita berpisah nanti?”

“Pasti, karena kau adalah temanku, teman terbaikku. Cho, apa kau mau tetap menjadi temanku selamanya apapun yang terjadi nanti?”

Kali ini Hime menatap kedua mata cho tulus. Ia ingin mendengar jawaban seorang teman yang paling berharga di hidupnya.

“Iya. Aku janji, kita tak akan terpisah. Walau ada masalah kecil maupun besar selalu ingat kebahagiaan kita saat bersama. Kebersamaan itulah yang mampu mengalahkan semua halangan yang melintang. Karena kau adalah temanku, Kita itu saling membutuhkan walau jarak akan memisahkan kita berdua.”

Hime mengusap air matanya yang tak sengaja membasahi pipi halusnya itu. Dia merangkul Cho erat dengan segenap ketulusan hatinya sebagai seorang teman.

“Aku akan selalu mengingatmu, janji kita.”

to be continued . . .

Wkwkwkwk, yang ini singkat, padat, dan tidak jelas. Aku kerjainnya pas pulang sekolah, niat mau tidur, eh? dapet inspirasi lanjutin cerita entah dari mana, hehehe.

Kripik dan sumbangannya, jangan lupa^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar